Keterangan Saksi Sidang Pemalsuan Sertifikat Tanah Dianggap Tak Konsisten
Jaksa menilai keterangan saksi Jony Surjana di sidang kasus pemalsuan sertifikat tanah di Jakarta Utara tidak konsisten, menimbulkan pertanyaan atas kebenaran informasi yang disampaikan.

Sidang lanjutan kasus pemalsuan akta otentik sertifikat tanah seluas dua hektare di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Kamis, 15 Mei 2024. Sidang tersebut menghadirkan adik terdakwa, Jony Surjana, sebagai saksi. Namun, kesaksian Jony dinilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rico Sinaga tidak konsisten, menimbulkan keraguan atas kebenaran informasi yang disampaikan.
JPU Rico Sinaga menuturkan, "Tadi ketika saya tanya, saksi mengaku lupa. Tapi saat kuasa hukum bertanya, saksi justru mengaku tahu. Jadi mana yang benar?" Pernyataan ini mengungkap ketidaksesuaian keterangan saksi Jony ketika dihadapkan pada pertanyaan dari JPU dan kuasa hukum terdakwa. Ketidakkonsistenan ini menjadi sorotan utama dalam persidangan tersebut.
Kasus ini bermula dari dugaan pemalsuan sertifikat tanah yang dilakukan oleh terdakwa, Tony Sujana, pada 24 Februari 2004, dan baru diketahui pada tahun 2020. Perbuatan tersebut diduga terjadi di Kantor BPN Jakarta Utara dan PN Jakarta Utara. Terdakwa dijerat dengan Pasal 266 ayat (1) KUHP, dan atau Pasal 266 ayat (2) KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara.
Ketidakkonsistenan Keterangan Saksi Jony Surjana
Salah satu poin penting yang dipertanyakan JPU kepada Jony Surjana adalah mengenai keterlibatan Sarman Sidabutar, mantan anggota Polres Metro Jakarta Utara, dalam proses pengukuran ulang tanah. Awalnya, Jony mengaku tidak mengenal Sarman. Namun, setelah kuasa hukum terdakwa mengajukan pertanyaan yang sama, Jony kemudian mengakui mengetahui keterlibatan Sarman dalam proses tersebut. Perubahan keterangan ini menjadi bukti ketidakkonsistenan kesaksiannya.
Lebih lanjut, Jony juga beberapa kali menjawab "tidak tahu" atau "tidak ingat" atas sejumlah pertanyaan yang diajukan oleh Ketua Majelis Hakim Aloysius. Ia mengaku lupa apakah permintaan penggantian blangko tanah disampaikan secara tertulis atau lisan, dengan alasan kejadian tersebut sudah hampir 20 tahun lalu. Hal serupa terjadi ketika ditanya mengenai penandatanganan blangko untuk pembaruan sertifikat. Jony kembali menyatakan tidak ingat.
Hakim juga mempertanyakan apakah Jony pernah meminta bantuan kepada anggota Polri. Jony membantah telah meminta bantuan secara langsung, namun menyatakan tidak mengetahui apakah kakaknya, terdakwa Tony Sujana, menggunakan jasa aparat kepolisian. Pertanyaan terakhir hakim mengenai pengeluaran uang untuk penerbitan sertifikat baru juga dijawab Jony dengan ketidaktahuan.
JPU Rico Sinaga menyatakan kepuasannya karena berhasil mengungkap ketidakkonsistenan keterangan saksi Jony. "Keterangan saksi hari ini memperlihatkan kebingungan. Tadi bilang tidak tahu siapa Sarman, tapi kemudian mengaku tahu. Ini penting untuk kami catat," ujar Rico. Namun, Rico enggan berspekulasi mengenai tuntutan terhadap terdakwa, dengan alasan masih terlalu dini untuk membahasnya.
Kronologi Kasus dan Dakwaan JPU
Dakwaan JPU menyebutkan bahwa terdakwa Tony Sujana didakwa melakukan tindak pidana pemalsuan akta otentik pada tanggal 24 Februari 2004, dan baru diketahui pada tahun 2020. Perbuatan tersebut diduga dilakukan di Kantor BPN Jakarta Utara dan PN Jakarta Utara. Terdakwa diduga memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta tersebut seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, yang dapat menimbulkan kerugian.
Atas perbuatannya, terdakwa dijerat dengan Pasal 266 ayat (1) KUHP, dan atau Pasal 266 ayat (2) KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, yang ancaman hukumannya mencapai tujuh tahun penjara. Sidang ini menjadi perhatian publik karena menyangkut dugaan pemalsuan sertifikat tanah dan keterlibatan oknum aparat penegak hukum.
Ketidakkonsistenan keterangan saksi Jony Surjana menimbulkan pertanyaan besar mengenai kebenaran informasi yang disampaikan selama persidangan. Hal ini tentunya akan menjadi pertimbangan bagi majelis hakim dalam mengambil keputusan akhir atas kasus pemalsuan sertifikat tanah tersebut. Proses persidangan akan terus berlanjut untuk mengungkap fakta-fakta yang sebenarnya.
Proses hukum akan terus berjalan untuk mengungkap kebenaran di balik kasus ini. Peran JPU dalam mengungkap ketidakkonsistenan keterangan saksi menjadi kunci penting dalam upaya penegakan hukum yang adil dan transparan.