Ted Sioeng Pertanyakan JPU Soal Nama-Nama dalam BAP Kasus Bank Mayapada
Kuasa hukum Ted Sioeng mempertanyakan sikap JPU yang enggan menyebut nama-nama penting, termasuk Dato Sri Tahir, dalam BAP kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana Bank Mayapada senilai Rp133 miliar.

Sidang lanjutan kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana Bank Mayapada yang melibatkan Ted Sioeng sebagai terdakwa kembali menghadirkan kejanggalan. Di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (20/2), kuasa hukum Ted Sioeng, Julianto Asis, mempertanyakan sikap Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang enggan menyebutkan nama-nama tertentu dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Kejanggalan tersebut terungkap saat pembacaan replik JPU. Julianto Asis menyoroti ketidakhadiran pihak-pihak yang disebut-sebut oleh Ted Sioeng dalam persidangan sebelumnya. Nama-nama tersebut, menurut Julianto, tercantum dalam BAP dan dianggap krusial untuk mengungkap kebenaran material kasus ini. Salah satu nama yang menjadi sorotan adalah Dato Sri Tahir, pemilik Bank Mayapada.
Pertanyaan kunci yang mengemuka adalah: Mengapa JPU enggan menampilkan nama-nama penting dalam BAP, termasuk Dato Sri Tahir, padahal nama tersebut telah disebutkan dalam BAP terdakwa? Hal ini menimbulkan kecurigaan dan pertanyaan tentang upaya untuk mengungkap seluruh fakta dan kebenaran dalam kasus ini. Sidang ini juga menjadi sorotan karena melibatkan tokoh-tokoh penting di dunia perbankan Indonesia.
Ketidakhadiran Saksi Kunci dan Replik JPU yang Dinilai Kurang Substansial
Julianto Asis menilai replik yang dibacakan JPU hanya berupa pengulangan dari surat tuntutan sebelumnya. Tidak ada hal substansial baru yang diungkap. Ia menekankan bahwa JPU seharusnya menghadirkan pihak-pihak yang disebut-sebut oleh terdakwa, termasuk Direktur Bank Mayapada Hariyono Tjahjarijadi dan Dato Sri Tahir. Ketiadaan mereka dalam persidangan dinilai menghambat pengungkapan kebenaran.
“Kenapa sih orang takut-takut nyebut namanya Pak Dato Tahir? Dato Tahir kan udah disebutkan di BAP-nya terdakwa,” ujar Julianto Asis kepada wartawan. Pernyataan ini semakin memperkuat dugaan adanya upaya untuk menghalangi pengungkapan fakta-fakta penting dalam kasus ini.
Pihak Ted Sioeng menegaskan bahwa mereka tidak memiliki sentimen pribadi, namun hanya ingin mencari kebenaran material. Mereka berkeyakinan bahwa pemanggilan saksi-saksi yang mengetahui kasus ini memiliki dasar yang kuat, mengingat keterangan yang telah disampaikan oleh terdakwa.
Mereka telah menyertakan bukti-bukti dan menjabarkan siapa saja yang terlibat, termasuk penerima aliran dana. Semua informasi ini telah disampaikan baik dalam BAP maupun persidangan.
Ahli Hukum UII: Hakim Bisa Memerintahkan JPU
Mudzakkir, ahli hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII), memberikan penjelasan terkait kewenangan majelis hakim. Ia menyatakan bahwa majelis hakim berwenang memerintahkan JPU untuk menghadirkan saksi-saksi yang dianggap penting dalam perkara ini.
Lebih lanjut, Mudzakkir menjelaskan bahwa majelis hakim bahkan bisa memberikan peringatan dan ancaman hukuman kepada saksi yang enggan memberikan keterangan. Hal ini didasarkan pada aturan hukum yang berlaku. Kewenangan ini penting untuk memastikan seluruh fakta terungkap.
“Kalau saksi memiliki peran utama dan penting menentukan perkara yang bersangkutan, maka hakim memiliki kewajiban meminta JPU untuk menghadirkan saksi yang bersangkutan,” tegas Mudzakkir.
Pernyataan ahli hukum ini memberikan landasan hukum yang kuat bagi upaya tim kuasa hukum Ted Sioeng untuk meminta majelis hakim agar memerintahkan JPU menghadirkan saksi-saksi kunci yang hingga kini belum dihadirkan.
Kasus Dugaan Penipuan dan Penggelapan Rp133 Miliar
Ted Sioeng didakwa oleh JPU dengan pasal 378 dan pasal 372 KUHP, terkait dugaan penipuan dan penggelapan dana senilai Rp133 miliar milik PT Bank Mayapada Internasional Tbk. Terdakwa membantah semua tuduhan yang dilayangkan JPU.
Salah satu poin penting yang diperdebatkan adalah terkait pinjaman awal sebesar Rp70 miliar. JPU menyatakan dana tersebut digunakan untuk membeli 135 unit vila di Taman Buah Puncak, Cianjur. Namun, Ted Sioeng membantahnya dan menyatakan bahwa dana tersebut digunakan untuk membeli apartemen di Singapura atas permintaan Dato Sri Tahir.
Perbedaan keterangan ini semakin memperkuat pentingnya kehadiran saksi-saksi kunci, termasuk Dato Sri Tahir, untuk mengklarifikasi dan memberikan keterangan yang lebih lengkap terkait aliran dana tersebut. Kasus ini masih terus berlanjut dan perkembangannya akan terus dipantau.
Perkembangan kasus ini menunjukkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum. Semoga majelis hakim dapat mengambil langkah yang tepat untuk mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi semua pihak.