Menag: KPK Cegah Korupsi, Selamatkan Umat dari Neraka
Menteri Agama (Menag) Nazaruddin Umar menyatakan program KPK mencegah korupsi juga mencegah seseorang masuk neraka, menekankan pentingnya integritas dan pendekatan religius dalam pemberantasan korupsi.

Jakarta, 12 Maret 2024 - Menteri Agama (Menag) Republik Indonesia, Nazaruddin Umar, membuat pernyataan mengejutkan. Dalam sebuah wawancara di kanal YouTube Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), beliau menghubungkan upaya pencegahan korupsi dengan pencegahan seseorang masuk neraka. Pernyataan ini disampaikan pada Rabu lalu dan langsung menjadi sorotan publik.
Menag Nazaruddin Umar menyatakan bahwa program-program KPK dalam memberantas korupsi sejatinya juga merupakan upaya pencegahan terhadap dosa besar yang dapat menyebabkan seseorang masuk neraka. Beliau menekankan bahwa dengan adanya KPK, banyak individu terhindar dari jerat korupsi, yang menurutnya merupakan tindakan haram dan berdosa.
Lebih lanjut, Menag mengajak masyarakat untuk mengubah persepsi negatif terhadap KPK. "Apa yang dilakukan oleh KPK sebetulnya itu artinya pencegahan neraka. Saya ingin mengatakan bahwa dengan adanya KPK, banyak sekali orang tercekal untuk tidak masuk neraka," tegas Menag Nazaruddin Umar. Beliau mendorong agar KPK dilihat sebagai pendorong untuk hidup berintegritas, bukan sebagai lembaga yang menakutkan.
Integritas: Kewajiban Hukum dan Agama
Menag Nazaruddin Umar menegaskan bahwa integritas bukan hanya tuntutan hukum, melainkan juga sebuah kewajiban agama. Beliau mengutip hadis Nabi Muhammad SAW yang menyerukan untuk mengatakan kebenaran meskipun pahit. Dalam konteks ini, korupsi dianggap sebagai tindakan haram yang menghancurkan keberkahan hidup. "Semua daging yang tumbuh dari barang yang haram hanya bisa dibersihkan oleh api neraka," tegasnya, menekankan konsekuensi serius dari tindakan koruptif.
Menag juga menyoroti pentingnya penggunaan bahasa agama dalam membentuk kesadaran moral masyarakat. Beliau berpendapat bahwa pendekatan religius lebih efektif dalam menyentuh aspek etika dan kesadaran spiritual. Sebagai contoh, beliau menyinggung krisis lingkungan hidup. "Kalau hanya pakai bahasa birokrasi, tidak terlalu banyak manfaatnya. Tapi begitu kita mengharamkan, misalnya mengatakan ‘dosa kalau Anda bakar pohon’, efeknya akan lebih besar," ujarnya, menggambarkan kekuatan pendekatan religius dalam mengubah perilaku.
Hal serupa juga berlaku dalam pemberantasan korupsi. Diperlukan upaya untuk secara gamblang menggambarkan dampak buruk korupsi sebagai kejahatan kemanusiaan yang serius. Pemahaman ini, menurut Menag, harus ditanamkan sejak dini agar masyarakat tidak terbiasa dengan praktik korupsi, sekecil apapun bentuknya.
Bahaya Wilayah Abu-Abu dan Pentingnya Pengendalian Diri
Menag Nazaruddin Umar mengingatkan tentang bahaya "wilayah abu-abu", yaitu celah yang dapat menjerumuskan seseorang ke dalam praktik korupsi tanpa disadari. Beliau menekankan pentingnya pengendalian diri, terutama bagi pejabat publik, sebagai kunci utama dalam menutup celah tersebut. "Tingkat pengendalian kita harus lebih tinggi daripada kita menjadi orang biasa," ujarnya, menekankan tanggung jawab moral yang lebih besar bagi mereka yang memegang jabatan publik.
Sebagai penutup, Menag mengajak seluruh masyarakat untuk memperkuat nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk pencegahan terbaik terhadap korupsi. Beliau menekankan bahwa membangun integritas bangsa harus dimulai dari kesadaran individu dan didukung oleh nilai-nilai spiritual yang kuat. Kolaborasi antara negara dan elemen keagamaan, menurutnya, merupakan langkah strategis untuk mengikis budaya korupsi.
Perjuangan melawan korupsi, menurut Menag Nazaruddin Umar, bukan hanya soal aturan dan hukuman, tetapi juga soal kesadaran dan tanggung jawab moral setiap individu. Dengan demikian, pendekatan multi-faceted yang menggabungkan hukum, agama, dan kesadaran moral menjadi kunci keberhasilan dalam memberantas korupsi di Indonesia.