Mendag Tegaskan Pakaian Bekas Impor Rusak Industri Lokal, Miliaran Rupiah Disita di Jawa Barat
Menteri Perdagangan Budi Santoso menegaskan peredaran pakaian bekas impor merusak industri tekstil dan UMKM, dengan miliaran rupiah barang ilegal disita di Jawa Barat.

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso secara tegas menyatakan bahwa peredaran pakaian bekas impor merupakan ancaman serius bagi keberlangsungan industri tekstil dan usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan Budi di Bandung, Jawa Barat, pada Selasa, 19 Agustus, menyoroti dampak negatif yang ditimbulkan oleh barang-barang ilegal tersebut.
Menurut Mendag Budi, aktivitas impor pakaian bekas ini secara langsung mengganggu daya saing produk lokal dan menghambat pertumbuhan UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Selain itu, ia juga menekankan bahwa pakaian bekas impor seringkali tidak memenuhi standar kesehatan, sehingga membahayakan konsumen yang menggunakannya.
Sebagai langkah konkret, Kementerian Perdagangan telah melakukan operasi penyitaan besar-besaran pada 14-15 Agustus 2025 di Jawa Barat. Dalam operasi tersebut, sebanyak 19.391 "ballpres" pakaian bekas berhasil diamankan dari 11 gudang penyimpanan, dengan total nilai sitaan mencapai lebih dari Rp112,3 miliar.
Ancaman Pakaian Bekas Impor bagi Industri Dalam Negeri
Peredaran pakaian bekas impor telah menjadi sorotan utama pemerintah karena dampaknya yang merusak ekosistem industri tekstil nasional. Mendag Budi Santoso menegaskan bahwa barang-barang ini menciptakan persaingan tidak sehat yang sulit dihadapi oleh produsen lokal. Banyak industri dalam negeri yang kesulitan untuk bersaing dengan harga jual pakaian bekas impor yang jauh lebih rendah.
Larangan impor pakaian bekas ini didasarkan pada landasan hukum yang kuat, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, serta Peraturan Menteri Perdagangan terkait kebijakan impor dan daftar barang yang dilarang. Regulasi ini bertujuan untuk melindungi pasar domestik dari serbuan produk ilegal yang merugikan.
Selain aspek ekonomi, Mendag juga menyoroti masalah kesehatan yang melekat pada pakaian bekas impor. Produk-produk ini seringkali tidak melalui proses sanitasi yang memadai, sehingga berpotensi membawa bakteri, jamur, atau zat berbahaya lainnya. Hal ini tentu membahayakan kesehatan masyarakat yang mengenakan pakaian tersebut, menunjukkan bahwa konsumen tidak terlindungi.
Detail Operasi Penyitaan dan Asal Barang Ilegal
Dalam upaya memberantas peredaran pakaian bekas impor, Kementerian Perdagangan telah melancarkan operasi penindakan yang masif di wilayah Jawa Barat. Operasi yang berlangsung pada 14-15 Agustus 2025 ini berhasil mengungkap jaringan penyimpanan pakaian bekas ilegal di 11 gudang berbeda. Total sitaan mencapai 19.391 bal pakaian bekas, yang jika diestimasi memiliki nilai fantastis lebih dari Rp112,3 miliar.
Barang bukti yang disita tersebut diketahui berasal dari beberapa negara Asia Timur, yaitu Korea Selatan, Jepang, dan China. Mendag Budi merinci bahwa penyitaan dilakukan di tiga lokasi utama: Kota Bandung dengan 5.130 bal senilai Rp24,75 miliar, Kabupaten Bandung dengan 8.061 bal senilai Rp44,2 miliar, serta Kota Cimahi dengan 6.200 bal senilai Rp43,4 miliar.
Skala operasi ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menindak tegas pelaku perdagangan ilegal yang merugikan negara dan masyarakat. Penindakan ini diharapkan dapat memberikan efek jera serta mengurangi peredaran pakaian bekas impor di pasar domestik.
Ajakan Mendag untuk Dukungan Masyarakat
Menteri Perdagangan Budi Santoso turut mengajak seluruh elemen masyarakat untuk berperan aktif dalam mendukung upaya pemberantasan perdagangan ilegal pakaian bekas impor. Ia menekankan bahwa memerangi barang-barang ilegal ini adalah tanggung jawab bersama, mengingat dampak negatifnya yang luas bagi perekonomian dan kesehatan.
Dukungan masyarakat dapat diwujudkan dengan tidak membeli atau menggunakan pakaian bekas impor, serta melaporkan aktivitas mencurigakan terkait peredaran barang tersebut kepada pihak berwenang. Dengan demikian, industri dalam negeri dapat tumbuh dan berkembang tanpa hambatan dari persaingan tidak sehat.
Langkah kolaboratif antara pemerintah dan masyarakat diharapkan mampu menciptakan ekosistem perdagangan yang sehat dan adil. Hal ini penting untuk memastikan produk-produk lokal dapat bersaing secara optimal dan memberikan kontribusi maksimal bagi kesejahteraan bangsa.