Mendagri Usung Tiga Opsi Pelantikan Kepala Daerah Pilkada 2024
Mendagri Tito Karnavian menawarkan tiga opsi jadwal pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024 ke DPR, mempertimbangkan sengketa Pilkada di MK dan UU Pilkada.

Mendagri menawarkan tiga opsi jadwal pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024 dalam rapat bersama DPR. Rapat yang digelar Rabu di Kompleks Parlemen, Jakarta, ini membahas berbagai kemungkinan terkait pelantikan, terutama adanya potensi sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK).
Mengapa opsi-opsi ini penting? Adanya sengketa Pilkada di MK berpotensi membuat pelantikan kepala daerah tidak serentak. Hal ini berdampak pada berbagai aspek, mulai dari kepastian politik hingga stabilitas ekonomi dan pemerintahan. Oleh karena itu, Mendagri Tito Karnavian menawarkan solusi berupa tiga opsi jadwal pelantikan yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Bagaimana ketiga opsi tersebut dirumuskan? Opsi-opsi ini mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk siapa yang akan melantik (Presiden atau Gubernur) dan kapan pelantikan akan dilakukan. Terdapat perbedaan penjadwalan antara pelantikan Gubernur/Wakil Gubernur dengan Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota. Aceh, dengan peraturan khusus, juga dipertimbangkan dalam opsi-opsi tersebut.
Opsi 1: Pelantikan bagi kepala daerah tanpa sengketa MK. Opsi 1A: Presiden melantik semua kepala daerah pada 6 Februari 2025. Opsi 1B: Presiden melantik Gubernur/Wakil Gubernur pada 6 Februari 2025, dan Bupati/Wakil Bupati serta Walikota/Wakil Walikota pada 10 Februari 2025. Opsi 1C: Presiden melantik Gubernur/Wakil Gubernur pada 6 Februari 2025, lalu Gubernur yang telah dilantik melantik Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota pada 10 Februari 2025. Para kepala daerah lebih menginginkan pelantikan oleh pejabat definitif, idealnya Presiden.
Opsi 2: Pelantikan bagi kepala daerah yang melewati proses sengketa di MK, dengan potensi pelantikan pada April 2025. Opsi 2A: Pelantikan serentak oleh Presiden pada 17 April 2025. Opsi 2B: Pelantikan Gubernur/Wakil Gubernur pada 17 April 2025, dan Bupati/Wakil Bupati serta Walikota/Wakil Walikota pada 21 April 2025. Opsi 2C: Presiden melantik Gubernur/Wakil Gubernur pada 17 April 2025, kemudian Gubernur melantik Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota pada 21 April 2025. Kepastian politik sangat penting, karena ketidakpastian dapat berdampak pada dunia usaha.
Opsi 3: Pelantikan kepala daerah setelah putusan sengketa MK (13-15 Februari 2025), dengan potensi pelantikan Maret 2025. Opsi 3A: Pelantikan serentak oleh Presiden pada 20 Maret 2025. Opsi 3B: Pelantikan Gubernur/Wakil Gubernur pada 20 Maret 2025, dan Bupati/Wakil Bupati serta Walikota/Wakil Walikota pada 24 Maret 2025. Opsi 3C: Presiden melantik Gubernur/Wakil Gubernur pada 20 Maret 2025, lalu Gubernur melantik Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota pada 24 Maret 2025. Pelantikan dapat dilakukan terpisah, baik untuk kepala daerah yang bersengketa maupun tidak.
Kesimpulan: Mendagri menawarkan fleksibilitas dalam pelantikan kepala daerah terpilih Pilkada 2024, mengakomodasi potensi sengketa di MK dan memastikan proses pemerintahan berjalan efektif. Tiga opsi yang diajukan memberikan berbagai kemungkinan penjadwalan, mempertimbangkan aspek legalitas dan kepastian politik.