Menteri Pigai Usul Revisi UU HAM, DPR Buka Peluang
Menteri HAM Natalius Pigai mendorong revisi UU HAM dan menyiapkan delapan draf peraturan menteri baru; DPR menyatakan terbuka terhadap usulan revisi, namun memprioritaskan revisi UU Perlindungan Saksi dan Korban.

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, baru-baru ini mengumumkan rencana revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Pengumuman ini disampaikan setelah Rapat Koordinasi Kementerian HAM Tahun Anggaran 2025 di Jakarta. Selain revisi UU, kementerian juga tengah mempersiapkan berbagai regulasi baru.
Kementerian HAM, yang tergolong masih baru, tengah menyiapkan setidaknya delapan draf peraturan menteri. Menurut Menteri Pigai, regulasi-regulasi ini sangat penting untuk mendukung kinerja kementerian. Selain itu, dua rancangan undang-undang juga telah diajukan pemerintah, salah satunya adalah revisi UU HAM tersebut.
Pigai juga menekankan fokus kementerian pada penguatan masyarakat sipil sebagai garda terdepan dalam pembangunan kesadaran HAM. Program ini juga mencakup pengarusutamaan HAM di berbagai instansi pemerintah dan sektor swasta. Tidak hanya itu, restorasi dan rehabilitasi bagi korban konflik masa lalu juga menjadi prioritas, termasuk konflik di Maluku dan wilayah perbatasan.
Langkah konkret lainnya adalah peluncuran buku saku HAM bagi narapidana yang diusulkan mendapatkan amnesti dari Presiden. Buku ini diharapkan memberikan pemahaman komprehensif tentang prinsip-prinsip HAM. Buku saku ini merupakan wujud nyata dari komitmen Kementerian HAM dalam menjalankan amanah Presiden.
Menanggapi rencana revisi UU HAM, Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, menyatakan kesiapan DPR untuk menerima usulan tersebut. Namun, saat ini DPR sedang memprioritaskan revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang telah masuk program legislasi nasional (prolegnas).
Willy menjelaskan bahwa revisi UU HAM kemungkinan akan masuk longlist prolegnas, namun masuk atau tidaknya ke shortlist akan bergantung pada negosiasi antara pemerintah dan DPR melalui Badan Legislasi. Meskipun demikian, Willy mengapresiasi peluncuran buku saku HAM untuk narapidana yang akan mendapat amnesti, melihatnya sebagai bentuk pelaksanaan keputusan politik Presiden.
Kesimpulannya, Kementerian HAM tengah berupaya aktif dalam memperkuat perlindungan HAM di Indonesia melalui revisi UU, penyusunan regulasi baru, dan program-program edukasi. Meskipun revisi UU HAM masih memerlukan proses panjang melalui negosiasi dengan DPR, langkah-langkah yang dilakukan Kementerian HAM menunjukkan komitmen nyata dalam menjalankan mandatnya.