Menu Alternatif MBG: Usulan PCO untuk Siswa dengan Kondisi Khusus
PCO mengusulkan menu alternatif dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk mengakomodasi siswa dengan fobia makanan atau kondisi khusus, setelah menemukan beberapa kasus siswa yang menolak makanan di beberapa sekolah.
Pentingnya Menu Alternatif dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, baru-baru ini mengusulkan perlunya menu alternatif dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Usulan ini muncul setelah PCO melakukan pemantauan implementasi MBG di beberapa sekolah dan menemukan sejumlah siswa dengan kondisi khusus, seperti fobia makanan, yang menolak makanan yang disediakan.
Dalam forum diskusi MBG di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Rabu lalu, Hasan Nasbi menyampaikan temuannya. Ia menuturkan, “Waktu itu kami bertemu dengan misalnya anak yang nggak makan nasi. Hampir di setiap sekolah itu ada anak yang tidak mau makan nasi, begitu ada dikasih makanan itu mereka nggak makan.”
Alasan Penolakan Makanan dan Solusi yang Diusulkan
Banyak kasus menunjukkan siswa menolak makan karena fobia atau kondisi kesehatan tertentu. Di Jakarta dan Sukabumi, misalnya, ditemukan siswa yang fobia nasi akibat pengalaman buruk di masa kecil. “Apakah mungkin waktu kecil pernah keselip nasi atau apa. Pokoknya kita kasih catatan masukan ke BGN, berarti harus ada makanan lain yang disiapkan untuk anak yang fobia nasi atau alergi tertentu,” jelas Hasan.
Untuk mengatasi masalah ini, PCO menyarankan penyediaan menu alternatif, seperti roti atau sandwich. Hal ini bertujuan agar semua siswa tetap mendapatkan asupan gizi yang cukup, meskipun memiliki kondisi khusus. “Kami memberikan masukan agar BGN dapat menyiapkan makanan lain bagi anak-anak yang memiliki fobia nasi atau kondisi tertentu,” tambah Hasan.
Fleksibilitas Menu MBG untuk Akomodasi Berbagai Kondisi
Selain fobia makanan, Hasan juga menyoroti kasus siswa yang tidak makan karena sedang berpuasa. Di Semarang, misalnya, dua siswa SD terlihat tidak menyentuh makanan yang disediakan karena menjalankan puasa Rajab. Mereka membawa bekal sendiri untuk mengganti makanan yang disediakan program MBG. Kasus-kasus ini menunjukkan pentingnya fleksibilitas dalam penyediaan makanan agar kebutuhan gizi semua siswa terpenuhi.
Kesimpulan
Kesimpulannya, usulan menu alternatif dalam Program MBG merupakan langkah penting untuk memastikan semua siswa, termasuk mereka yang memiliki fobia makanan atau kondisi khusus, mendapatkan asupan gizi yang cukup. Fleksibilitas dalam penyediaan menu menjadi kunci keberhasilan program ini.