Nusron Wahid Kritik PN Cikarang Soal Eksekusi Lima Rumah Warga Bekasi
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengkritik Pengadilan Negeri Cikarang karena melakukan eksekusi terhadap lima rumah warga Bekasi yang berada di luar lahan sengketa, sehingga terjadi kesalahan penggusuran.

Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, melontarkan kritik pedas terhadap Pengadilan Negeri (PN) Kelas II Cikarang terkait eksekusi lima rumah warga di Desa Setia Mekar, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Kejadian ini menyoroti pentingnya koordinasi antar lembaga dalam proses hukum, khususnya yang menyangkut kepemilikan tanah.
Kelima rumah tersebut, milik Asmawati, Mursiti, Siti Muhijah, Yeldi, dan sebuah BPR, kini telah rata dengan tanah. Yang mengejutkan, lokasi rumah-rumah tersebut berada di luar area lahan yang menjadi objek sengketa hukum antara Mimi Jamilah (penggugat) dan pemilik lahan lainnya sejak tahun 1996. Insiden ini terjadi di Kampung Bulu, Jalan Bekasi Timur Permai, RT 1/RW 11, Desa Setia Mekar.
Kesalahan Fatal PN Cikarang
Menurut keterangan Nusron Wahid saat berada di Bekasi, Jumat lalu, data Kementerian ATR/BPN menunjukkan bahwa kelima rumah yang digusur terletak di luar lahan yang tercantum dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 706 milik Kayat. Lahan dengan SHM 706 ini sendiri merupakan bagian dari lahan induk seluas 3,6 hektare dengan sertifikat nomor 325, yang menjadi objek gugatan Mimi Jamilah.
"Kalau dilihat dari data, ini di luar tanah yang disengketakan, setelah kami cek," tegas Nusron. Ia menekankan bahwa berdasarkan data Kementerian ATR/BPN, lokasi rumah-rumah tersebut jelas berada di luar area SHM 706 yang menjadi objek sengketa.
Nusron juga menyoroti kurangnya koordinasi antara PN Cikarang dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bekasi. "Sampai penggusuran belum ada pemberitahuan, pelibatan dan belum ada permintaan penggusuran," ujarnya. Hal ini menunjukkan adanya kegagalan komunikasi dan koordinasi yang berujung pada kesalahan fatal dalam proses eksekusi.
Peran BPN dan Urgensi Koordinasi
Peran BPN dalam proses hukum terkait tanah sangat krusial. BPN memiliki data kepemilikan tanah yang akurat dan terpercaya. Ketiadaan koordinasi dengan BPN dalam kasus ini mengakibatkan PN Cikarang mengambil keputusan eksekusi tanpa informasi yang lengkap dan valid. Akibatnya, terjadi penggusuran yang salah sasaran dan merugikan warga.
Kejadian ini menjadi pembelajaran penting tentang perlunya koordinasi yang lebih baik antar lembaga pemerintahan, khususnya dalam hal penegakan hukum yang menyangkut hak-hak masyarakat. Transparansi data dan keterbukaan informasi dari BPN sangat penting untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Proses hukum yang adil dan transparan harus dijamin, dan melibatkan semua pihak terkait untuk memastikan tidak ada lagi korban kesalahan administrasi atau koordinasi.
Langkah Selanjutnya dan Antisipasi Kejadian Berulang
Menteri ATR/BPN menyatakan komitmen untuk menyelidiki lebih lanjut kasus ini dan memastikan tidak ada lagi kesalahan serupa. Langkah-langkah yang perlu diambil termasuk evaluasi internal di PN Cikarang, peningkatan koordinasi antar lembaga, dan penyempurnaan prosedur eksekusi untuk mencegah penggusuran yang salah sasaran. Perlindungan hak-hak masyarakat atas tanah dan properti merupakan prioritas utama.
Kasus ini juga menjadi sorotan penting bagi pemerintah untuk meningkatkan transparansi data kepemilikan tanah dan memperkuat sistem koordinasi antar lembaga terkait. Dengan demikian, diharapkan kejadian serupa dapat dicegah dan hak-hak warga terlindungi dengan lebih baik. Masyarakat perlu dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan tanah mereka, memastikan keadilan dan kepastian hukum.