PN Cikarang Bantah Tudingan Menteri ATR: Eksekusi Lahan Sesuai Prosedur
Pengadilan Negeri Cikarang membantah tudingan Menteri ATR/BPN terkait eksekusi lahan di Desa Setia Mekar, Bekasi, yang menyatakan proses eksekusi telah sesuai prosedur hukum, meskipun terdapat kontroversi mengenai bangunan warga yang ikut tergusur.
![PN Cikarang Bantah Tudingan Menteri ATR: Eksekusi Lahan Sesuai Prosedur](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/11/000100.442-pn-cikarang-bantah-tudingan-menteri-atr-eksekusi-lahan-sesuai-prosedur-1.jpg)
Kontroversi Eksekusi Lahan di Bekasi: PN Cikarang vs. Menteri ATR/BPN
Polemik terkait eksekusi lahan di Desa Setia Mekar, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, memasuki babak baru. Pengadilan Negeri (PN) Cikarang dengan tegas membantah tudingan Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, yang menyebut adanya kesalahan prosedur dalam proses eksekusi tersebut. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Hakim Juru Bicara PN Cikarang, Isnandar Nasution, pada Senin lalu.
Proses Eksekusi yang Dipertanyakan
Menurut Isnandar Nasution, proses eksekusi lahan telah berjalan sesuai prosedur hukum yang berlaku. PN Cikarang bertindak sebagai pelaksana atas permohonan bantuan dari Pengadilan Negeri Kota Bekasi, merujuk pada putusan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997. Seluruh tahapan sita eksekusi, termasuk constatering atau pencocokan objek eksekusi pada 14 September 2022, telah dilakukan sesuai aturan. Meskipun perwakilan Kantor ATR/BPN Kabupaten Bekasi tidak hadir saat constatering, dokumennya telah diterima dan ditandatangani pihak terkait, menurut Nasution. Ia menekankan bahwa eksekusi sesuai dengan amar putusan pengadilan, menyatakan sertifikat yang tidak sesuai dengan keputusan pengadilan tidak lagi memiliki kekuatan hukum.
Tudingan Ketidaksesuaian Titik Eksekusi
Namun, kontroversi muncul karena dugaan ketidaksesuaian antara titik eksekusi dengan denah sengketa. Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, mengungkapkan adanya lima bangunan milik warga yang dibongkar, meskipun berada di luar obyek lahan yang disengketakan. Bangunan-bangunan tersebut milik Asmawati, Mursiti, Siti Muhijah, Yeldi, dan sebuah korporasi Bank Perumahan Rakyat. Menurut data Kementerian ATR/BPN, kelima rumah tersebut berada di luar lahan milik Kayat dengan nomor Sertifikat Hak Milik 706.
Perbedaan Persepsi dan Prosedur yang Dipertanyakan
Menteri Wahid menyoroti kegagalan PN Cikarang melibatkan BPN Kabupaten Bekasi dalam proses eksekusi. Ia menjelaskan bahwa terdapat beberapa tahapan penting yang seharusnya dijalankan, termasuk pengajuan pembatalan sertifikat warga kepada Kantor BPN Kabupaten Bekasi sebelum eksekusi. “Sampai penggusuran belum ada pemberitahuan, pelibatan dan belum ada permintaan penggusuran. Jadi ini proses eksekusi yang prosedurnya kurang tepat. Saya menganggap penghuni masih sah,” tegas Wahid. Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai transparansi dan kepatuhan terhadap prosedur hukum yang seharusnya diterapkan dalam proses eksekusi tersebut.
Klarifikasi PN Cikarang dan Perbedaan Interpretasi
PN Cikarang membantah tudingan tersebut dengan menyatakan bahwa semua prosedur telah dijalankan sesuai aturan yang berlaku. Perbedaan pendapat ini menyoroti kompleksitas hukum dan interpretasi yang berbeda terhadap prosedur eksekusi. Perbedaan data dan informasi antara PN Cikarang dan Kementerian ATR/BPN menjadi poin penting yang perlu ditelusuri lebih lanjut untuk memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Kesimpulan: Perlunya Investigasi Lebih Lanjut
Kasus eksekusi lahan di Desa Setia Mekar ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum. Perbedaan pandangan antara PN Cikarang dan Menteri ATR/BPN menuntut investigasi lebih lanjut untuk mengungkap fakta sebenarnya. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai aturan dan tidak merugikan pihak manapun. Kejelasan dan keadilan bagi warga yang terdampak menjadi hal yang sangat krusial dalam kasus ini.
Ke depannya, diperlukan mekanisme yang lebih jelas dan transparan dalam proses eksekusi lahan untuk mencegah kejadian serupa dan memastikan perlindungan hukum bagi semua pihak yang terlibat.