Menteri ATR Nusron Wahid: Prosedur Hukum Harus Ditaati dalam Kasus Penggusuran Bekasi
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menegaskan pentingnya prosedur hukum yang benar dalam kasus penggusuran rumah di Bekasi, menekankan perlunya permohonan pengukuran sebelum eksekusi dan peran PTUN dalam pembatalan sertifikat.

Penggusuran Rumah di Bekasi: Menteri ATR Buka Suara
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, memberikan klarifikasi terkait penggusuran rumah dan sengketa lahan di Desa Setia Mekar, Tambun Selatan, Bekasi, Jawa Barat. Pernyataan ini menyusul kontroversi yang muncul pasca-eksekusi penggusuran lima rumah warga pada 30 Januari 2025.
Penjelasan Menteri ATR
Dalam wawancara di Jakarta Utara, Minggu lalu, Menteri Nusron menyatakan keyakinannya bahwa Pengadilan Negeri (PN) Kelas II Cikarang tidak memiliki surat permohonan pengukuran terkait kasus tersebut sebelum melakukan eksekusi. Meskipun ada surat pemberitahuan pada tahun 2022, tidak ada permohonan resmi untuk pengukuran lahan sebelum eksekusi. Beliau menekankan bahwa permohonan pengukuran merupakan syarat mutlak sebelum eksekusi pengadilan dapat dilakukan, untuk memastikan objek yang dieksekusi sesuai dengan putusan pengadilan.
Lebih lanjut, Menteri Nusron menegaskan bahwa tidak ada surat permohonan yang menyatakan akan dilakukan eksekusi lahan atau penggusuran. Beliau menekankan pentingnya kepatuhan terhadap prosedur hukum yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan, khususnya PP 18 Tahun 2021. Sebelum eksekusi, proses hukum harus dijalankan secara lengkap dan benar.
Menteri Nusron juga menjelaskan bahwa tidak ada putusan pengadilan yang memerintahkan pembatalan sertifikat yang dimiliki warga. Oleh karena itu, proses pembatalan sertifikat, jika diperlukan, seharusnya diajukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) agar dapat memerintahkan BPN untuk membatalkan sertifikat tersebut. Hal ini menegaskan kembali pentingnya jalur hukum yang tepat dalam menyelesaikan sengketa lahan.
Tanggapan Mahkamah Agung
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) melalui Juru Bicara Yanto telah memberikan keterangan terkait kasus ini. Dalam konferensi pers di Media Center MA, Kamis (13/2), MA menyatakan bahwa PN Cikarang telah melakukan pencocokan (constatering) dengan meminta bantuan Kantor BPN setempat sebelum melakukan eksekusi. Namun, constatering yang dilakukan pada 14 September 2022, tidak dihadiri oleh termohon eksekusi dan BPN.
MA juga menjelaskan bahwa meskipun undangan constatering telah disampaikan kepada BPN, BPN tidak hadir tanpa memberikan keterangan. Eksekusi yang dilakukan PN Cikarang merupakan delegasi dari PN Bekasi. PN Bekasi telah melakukan teguran (aanmaning) kepada termohon eksekusi dan mendaftarkan sita eksekusi ke BPN Kabupaten Bekasi. Pernyataan MA ini memberikan sudut pandang berbeda terkait keterlibatan BPN dalam proses eksekusi.
Kesimpulan
Kasus penggusuran di Bekasi menyoroti pentingnya kepatuhan terhadap prosedur hukum yang berlaku dalam setiap tindakan eksekusi lahan. Pernyataan Menteri ATR dan MA memberikan gambaran yang kompleks terkait proses hukum yang telah dan seharusnya dijalankan. Perbedaan pendapat antara pernyataan Menteri ATR dan MA menunjukkan perlunya penyelidikan lebih lanjut untuk memastikan semua prosedur hukum telah dipatuhi dengan benar. Kejelasan dan transparansi dalam proses hukum sangat penting untuk melindungi hak-hak warga dan mencegah terjadinya kesalahpahaman di masa mendatang.
Pernyataan Menteri Nusron menekankan pentingnya negara hukum dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Kasus ini menjadi pengingat betapa pentingnya memahami dan mengikuti prosedur yang benar dalam sengketa lahan, demi keadilan dan kepastian hukum bagi semua pihak.