Misteri SHGB di Perairan Bekasi: Dua Perusahaan Pemegang Sertifikat Laut
Menteri ATR mengungkapkan dua perusahaan, PT CL dan PT MAN, memegang SHGB lahan di perairan Bekasi, yang kini tengah diselidiki dan proses pembatalannya menemui kendala hukum.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, baru-baru ini mengungkap fakta mengejutkan terkait kepemilikan lahan di perairan Bekasi, Jawa Barat. Dua perusahaan, yaitu PT CL dan PT MAN, tercatat memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di wilayah tersebut. Pengungkapan ini disampaikan dalam rapat bersama Komisi II DPR RI di Jakarta.
SHGB di Perairan Bekasi: Luas dan Masa Berlaku
PT CL memegang 78 bidang SHGB seluas 90 hektare di Desa Hurip Jaya, Kecamatan Babelan, Bekasi. SHGB ini diterbitkan pada tahun 2012, 2015, 2016, 2017, dan 2018. Sementara itu, PT MAN memiliki 268 bidang SHGB dengan total luas mencapai 419,6 hektare. SHGB milik PT MAN terbit pada tahun 2013, 2014, dan 2015. Menariknya, sebagian besar lahan yang bersertifikat ini terletak di luar garis pantai, hal ini dikonfirmasi langsung oleh Menteri ATR saat rapat dengan DPR RI sembari menunjukkan peta.
Kendala Pembatalan SHGB
Proses pembatalan SHGB ini menghadapi kendala hukum. Kementerian ATR/BPN tak bisa serta-merta membatalkan SHGB tersebut karena terbentur asas Contrarius Actus. Asas ini menyatakan pejabat yang menerbitkan sertifikat atau dokumen administrasi negara tidak dapat mencabutnya begitu saja. Kementerian ATR/BPN saat ini sedang mengkonsultasikan hal ini kepada Mahkamah Agung.
Kementerian ATR/BPN akan membutuhkan putusan pengadilan untuk membatalkan SHGB tersebut. Jika jalur hukum ini buntu, satu-satunya jalan adalah membuktikan bahwa lahan tersebut merupakan tanah yang telah musnah, misalnya akibat abrasi. Namun, hingga kini bukti tersebut masih sulit diperoleh. Kementerian ATR/BPN juga masih kesulitan membuktikan abrasi yang terjadi di daerah tersebut, dan membutuhkan bantuan dari Badan Informasi Geospasial untuk hal ini.
Penyegelan Pagar Laut oleh KKP
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyegel kegiatan pemagaran laut tanpa izin di perairan Bekasi. Penyegelan dilakukan karena pihak terkait tidak mengindahkan surat peringatan penghentian sementara dari KKP pada 19 Desember 2024 dan tetap melanjutkan pembangunan pagar bambu tersebut tanpa izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).
Kesimpulan
Kasus SHGB di perairan Bekasi ini menyoroti kompleksitas permasalahan tata ruang dan perizinan di Indonesia. Proses pembatalan SHGB yang terkendala hukum menunjukkan perlunya koordinasi yang lebih baik antar kementerian dan lembaga terkait untuk menyelesaikan masalah ini. Selain itu, pentingnya dokumentasi dan bukti yang kuat untuk mendukung proses hukum terkait kepemilikan lahan, terutama di wilayah pesisir yang rawan abrasi.