OJK Dorong Lembaga Jasa Keuangan Gunakan Panduan KPK Cegah Korupsi
OJK mendorong lembaga jasa keuangan di Indonesia untuk menerapkan Panduan Cegah Korupsi (PANCEK) KPK sebagai alternatif strategi anti-fraud, selain sertifikasi internasional, guna melindungi nasabah.

Jakarta, 25 Februari 2024 - Ketua Dewan Audit Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sophia Wattimena, mendorong pelaku jasa keuangan di Indonesia untuk memanfaatkan Panduan Cegah Korupsi (PANCEK) yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai strategi anti-fraud. Hal ini disampaikan sebagai alternatif selain penggunaan sertifikasi internasional, demi melindungi kepentingan nasabah.
Langkah ini sejalan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2024 tentang Penerapan Strategi Anti-Fraud (SAF) bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK). POJK ini bertujuan untuk memperkuat sistem pencegahan dan penanggulangan kecurangan di sektor jasa keuangan.
Dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, Sophia Wattimena menekankan bahwa kepatuhan terhadap POJK Nomor 12 Tahun 2024 tidak selalu mengharuskan lembaga jasa keuangan untuk mendapatkan sertifikasi ISO 37001:2016 (Sistem Manajemen Anti Penyuapan). "Pelaku jasa keuangan dapat menggunakan kerangka PANCEK KPK sebagai alternatif yang efektif," ujarnya.
Pemanfaatan Panduan KPK untuk Strategi Anti-Fraud
Sophia Wattimena mengungkapkan bahwa hingga saat ini baru 73 lembaga jasa keuangan yang telah memiliki sertifikasi manajemen antipenyuapan sesuai dengan POJK Nomor 12 Tahun 2024. Dengan menawarkan alternatif penggunaan panduan KPK, OJK berharap lebih banyak lembaga jasa keuangan dapat memenuhi ketentuan tersebut dan meningkatkan perlindungan bagi nasabah.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa strategi anti-fraud OJK terdiri dari empat pilar utama: pencegahan; deteksi; investigasi, pelaporan, dan sanksi; serta pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut. Keempat pilar ini dirancang untuk menciptakan sistem yang komprehensif dalam mencegah dan menanggulangi kecurangan.
Selain itu, OJK juga telah menerapkan berbagai kebijakan untuk melindungi nasabah dari risiko serangan siber yang semakin meningkat. Kebijakan ini meliputi penyusunan panduan resiliensi digital bagi perbankan, penerapan regulatory sandbox untuk inovasi teknologi keuangan, dan penguatan tata kelola serta manajemen risiko penggunaan teknologi informasi.
Kebijakan OJK untuk Perlindungan Nasabah di Era Digital
Beberapa POJK yang mendukung kebijakan perlindungan nasabah di era digital antara lain POJK Nomor 11/POJK.03/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum, POJK Nomor 4/POJK.05/2021 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Lembaga Jasa Keuangan Nonbank, serta POJK Nomor 75/POJK.03/2016 tentang Standar Penyelenggaraan Teknologi Informasi bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Dengan berbagai regulasi dan panduan yang telah diterbitkan, OJK berharap dapat menciptakan ekosistem sektor jasa keuangan yang sehat, efisien, dan berintegritas. Hal ini tentunya akan memberikan dampak positif bagi seluruh pemangku kepentingan, termasuk nasabah dan pelaku industri jasa keuangan.
Implementasi strategi anti-fraud dan perlindungan nasabah di era digital merupakan langkah penting bagi OJK dalam menjaga stabilitas dan kepercayaan publik terhadap sektor jasa keuangan di Indonesia. Dengan adanya alternatif penggunaan panduan KPK, diharapkan semakin banyak lembaga jasa keuangan yang dapat menerapkan praktik-praktik terbaik dalam pencegahan dan penanggulangan kecurangan.