Ombudsman Desak Pemerintah Ratifikasi Protokol Anti Penyiksaan
Ombudsman Indonesia mendesak pemerintah untuk segera meratifikasi Protokol Opsional Konvensi Anti Penyiksaan guna mencegah penyiksaan dan melindungi hak asasi manusia.

Jakarta, 19 Maret 2024 - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) kembali mendorong pemerintah untuk segera meratifikasi Protokol Opsional Konvensi Anti Penyiksaan (OPCAT). Anggota Ombudsman, Johanes Widijantoro, menekankan kompleksitas isu penyiksaan yang melibatkan berbagai pihak strategis. Kerja sama antar lembaga menjadi kunci keberhasilan implementasi langkah-langkah nyata dalam pencegahan penyiksaan.
ORI, bersama lima lembaga negara lainnya, tergabung dalam Kerja Sama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP). Lembaga-lembaga tersebut antara lain Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), serta Komisi Nasional Disabilitas (KND). Johanes menilai masih banyak pekerjaan rumah KuPP yang membutuhkan kolaborasi maksimal dari seluruh anggotanya untuk mengatasi kompleksitas isu penyiksaan.
Anggota Ombudsman lainnya, Jemsly Hutabarat, menambahkan bahwa KuPP secara aktif mengampanyekan pentingnya pencegahan penyiksaan untuk mewujudkan mekanisme pencegahan nasional. "Kami berharap usaha-usaha yang telah dilakukan KuPP pada akhirnya akan memberikan hasil yang sama dengan negara-negara lain yang telah memiliki National Prevention Mechanism atau NPM," ujar Jemsly.
Langkah-langkah KuPP dalam Pencegahan Penyiksaan
Sejak diinisiasi pada tahun 2016, KuPP telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong ratifikasi OPCAT. Upaya tersebut meliputi penandatanganan nota kesepakatan dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), berbagai pertemuan dengan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenpolhukam), Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan pemangku kepentingan lainnya. Selain itu, KuPP juga aktif melakukan kunjungan ke lembaga pemasyarakatan dan kampanye publik.
Ombudsman baru-baru ini menerima kepemimpinan KuPP dari Komnas Perempuan pada 13 Maret 2024. Jemsly mengakui bahwa perpindahan koordinasi ini menjadi tantangan tersendiri, mengingat prestasi yang telah dicapai Komnas HAM dan Komnas Perempuan sebelumnya. Beberapa program kerja KuPP untuk tahun 2025 meliputi advokasi kebijakan, peningkatan kapasitas internal dan mitra, pemantauan dan pelaporan bersama, pendidikan publik, serta dialog konstruktif. "Apa pun tantangan yang akan dihadapi ke depan, KuPP harus tetap berjalan sampai adanya ratifikasi OPCAT," tegas Jemsly.
Ketua Komnas Perempuan, Andi Yetriyani, mengakui berbagai tantangan yang dihadapi KuPP, termasuk situasi politik yang dinamis, birokrasi, aspek budaya, dan keterbatasan anggaran. Ia menekankan pentingnya menjaga memori institusi KuPP dan memastikan akuntabilitas serta transparansi hingga terwujudnya kerangka hukum pencegahan penyiksaan.
Tantangan dan Harapan dalam Ratifikasi OPCAT
Ratifikasi OPCAT menghadapi berbagai tantangan, termasuk kompleksitas isu penyiksaan yang membutuhkan kolaborasi antar lembaga. Koordinasi yang efektif antar kementerian dan lembaga terkait sangat krusial. Selain itu, keterbatasan anggaran dan dinamika politik juga menjadi hambatan. Namun, komitmen kuat dari pemerintah dan lembaga terkait sangat penting untuk memastikan terwujudnya mekanisme pencegahan penyiksaan yang efektif di Indonesia.
KuPP berharap ratifikasi OPCAT dapat segera terwujud untuk melindungi hak asasi manusia dan mencegah penyiksaan di Indonesia. Komitmen bersama dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, lembaga negara, dan masyarakat sipil, sangat penting untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan adanya ratifikasi OPCAT, Indonesia diharapkan dapat sejajar dengan negara-negara lain yang telah memiliki mekanisme pencegahan penyiksaan yang kuat dan efektif.
Ke depannya, KuPP akan terus berupaya untuk mendorong ratifikasi OPCAT dan memperkuat mekanisme pencegahan penyiksaan di Indonesia. Hal ini membutuhkan kerja sama yang berkelanjutan dan komitmen yang kuat dari semua pihak.