Pakar Jelaskan Makna Shalat Arbain bagi Jamaah Haji: Bukan Sekadar 40 Shalat
Prof. Aswadi Syuhada menjelaskan makna shalat Arbain bagi jamaah haji Indonesia di Madinah, menekankan pentingnya ibadah selain 40 shalat di Masjid Nabawi dan adaptasi terhadap perubahan regulasi di Arab Saudi.

Madinah, 13 Mei 2024 - Prof. Aswadi Syuhada, pakar sekaligus Konsultan Ibadah Haji Kementerian Agama RI, memberikan pencerahan kepada jamaah calon haji Indonesia di Madinah mengenai makna sebenarnya dari shalat Arbain. Penjelasan ini disampaikan terutama bagi jamaah yang tengah menantikan keberangkatan ke Makkah dan menghadapi ketidakpastian jadwal keberangkatan kloter.
Ketidakpastian jadwal keberangkatan yang kerap baru diumumkan satu atau dua hari sebelumnya menimbulkan kekhawatiran di kalangan jamaah, khususnya terkait pelaksanaan shalat Arbain. Prof. Aswadi memberikan pemahaman yang komprehensif untuk meredakan kekhawatiran tersebut dan menjelaskan pentingnya perspektif yang lebih luas mengenai ibadah ini.
Lebih dari sekadar menjalankan 40 shalat fardhu berjamaah di Masjid Nabawi, Prof. Aswadi menekankan bahwa shalat Arbain memiliki makna spiritual yang jauh lebih dalam. Ia mengajak jamaah untuk melihat rangkaian ibadah di Madinah sebagai kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, memperoleh pahala yang berlimpah, dan mendapatkan perlindungan-Nya.
Shalat Arbain: Lebih dari Sekadar Kuantitas
Prof. Aswadi menjelaskan bahwa makna Arbain tidak hanya terbatas pada jumlah shalat. "Selama di Madinah, selain shalat fardhu, ada pula amalan seperti shalat jenazah yang bernilai pahala besar. Bila diakumulasikan, insya Allah fadilahnya bisa mencapai seribu kali lipat dan menjadi khufrotan minan nar (penjagaan dari api neraka)," jelasnya. Beliau mendorong jamaah untuk memanfaatkan waktu di Madinah sebaik mungkin untuk memperbanyak ibadah.
Beliau juga mengingatkan pentingnya menjaga optimisme dan kesiapan beradaptasi terhadap perubahan regulasi Pemerintah Arab Saudi. Sistem kloter yang terorganisir di Indonesia, misalnya, dapat berubah mengikuti mekanisme syarikah di Arab Saudi. Hal ini menuntut fleksibilitas dan kemampuan jamaah untuk menyesuaikan diri dengan situasi di lapangan.
Prof. Aswadi menekankan pentingnya tawakal kepada Allah SWT dalam menghadapi berbagai tantangan dan ketidakpastian. "Jika kita menggantungkan manasik kepada seseorang, lalu ia tak bisa membantu, maka kita akan rugi. Tetapi jika kita menggantungkan kepada Allah, niscaya akan ada jalan keluar," ujarnya. Pesan ini menekankan pentingnya keimanan dan kepercayaan diri dalam menjalani ibadah haji.
Adaptasi dan Tawakal dalam Ibadah Haji
Perubahan sistem dan regulasi di Arab Saudi mengharuskan jamaah untuk mengubah pola pikir mereka. Ketergantungan pada sistem lama harus digantikan dengan kesiapan menghadapi mekanisme baru demi mendapatkan layanan yang lebih baik. Prof. Aswadi mendorong jamaah untuk proaktif dalam mencari informasi dan beradaptasi dengan perubahan tersebut.
Lebih lanjut, Prof. Aswadi mengajak jamaah untuk fokus pada pelaksanaan ibadah haji, dengan harapan setiap doa dan ibadah yang dilakukan di Tanah Suci dapat menjadi sarana untuk menggali nilai-nilai spiritual yang bermanfaat, baik secara personal maupun sosial. Hal ini menekankan pentingnya niat dan tujuan ibadah yang tulus.
Kesimpulannya, Prof. Aswadi memberikan perspektif yang menyegarkan tentang makna shalat Arbain. Ia menekankan pentingnya memperluas pemahaman tentang ibadah ini di luar jumlah shalat yang dilakukan, serta mengingatkan pentingnya tawakal, adaptasi, dan fokus pada nilai-nilai spiritual dalam menjalankan ibadah haji.
Jamaah haji didorong untuk tidak hanya berfokus pada pelaksanaan shalat Arbain secara kuantitatif, tetapi juga untuk memanfaatkan waktu di Madinah untuk memperbanyak amal ibadah lainnya dan senantiasa bertawakal kepada Allah SWT.