Palu Sulap Sampah Jadi Emas: Menuju Ekonomi Sirkuler
Pemkot Palu berinovasi dengan mengelola sampah untuk mewujudkan ekonomi sirkuler, mengurangi beban TPA, dan memberdayakan masyarakat lewat program TPS3R dan pengomposan mandiri.

Kota Palu, Sulawesi Tengah, berlomba menuju ekonomi sirkuler dengan inovasi pengelolaan sampah. Inisiatif ini tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga berpotensi meningkatkan perekonomian masyarakat. Pemkot Palu telah memulai desentralisasi pengelolaan sampah ke tingkat kecamatan, demi penanganan yang lebih efektif dan efisien.
Desentralisasi Pengelolaan Sampah: Langkah Awal Menuju Ekonomi Sirkuler
Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Palu, Ibnu Mundzir, menjelaskan bahwa ekonomi sirkuler menjadi kunci revolusi pengelolaan lingkungan hidup di Palu. Model ekonomi ini bertujuan meminimalisir limbah dan memaksimalkan penggunaan sumber daya. Desentralisasi peralatan dan SDM kebersihan ke tingkat kecamatan merupakan langkah strategis dalam mencapai tujuan tersebut. Dengan pendekatan ini, diharapkan penanganan sampah dapat lebih responsif terhadap kebutuhan masing-masing wilayah.
Salah satu kunci keberhasilan program ini adalah optimalisasi Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) di setiap wilayah. TPS3R berperan penting dalam memilah dan mengolah sampah, terutama sampah plastik, sebelum sampah tersebut mencapai Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
TPS3R dan Pengomposan Mandiri: Solusi Berkelanjutan
Pengolahan sampah secara mandiri, khususnya pembuatan pupuk kompos, menjadi bagian integral dari strategi pengelolaan lingkungan berkelanjutan Kota Palu. Menurut Ibnu Mundzir, "TPS3R dan pengelolaan sampah mandiri sangat bermanfaat untuk memperpanjang usia TPA, di sisi lain memberikan manfaat ekonomis. Masyarakat memiliki penghasilan dari sampah." Ini menunjukkan bahwa pengelolaan sampah yang baik tidak hanya membersihkan lingkungan, tetapi juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Langkah ini sejalan dengan kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup yang menargetkan penghentian pembangunan TPA baru pada tahun 2030. Pemkot Palu menyadari pentingnya memperkuat infrastruktur dan strategi pengelolaan sampah melalui TPS3R dan metode pengolahan mandiri lainnya, termasuk penyediaan komposter.
Mengatasi Masalah Sampah Organik: Fokus pada Food Waste
Data DLH Kota Palu menunjukkan bahwa 70 persen sampah yang masuk ke TPA adalah sampah organik, dengan sebagian besar merupakan food waste atau sisa makanan yang masih layak konsumsi. Ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah kota. "Harus ada penanganan khusus dari hulu, sehingga ketika sampai di TPA tinggal sampah residu atau sampah yang sulit untuk didaur ulang," jelas Ibnu Mundzir. Artinya, dibutuhkan upaya pencegahan dan edukasi sejak awal untuk mengurangi jumlah sampah organik yang berakhir di TPA.
Ekonomi Sirkuler: Harapan Baru Palu
Inisiatif Pemkot Palu dalam mewujudkan ekonomi sirkuler melalui pengelolaan sampah patut diapresiasi. Program ini tidak hanya berdampak positif bagi lingkungan, tetapi juga berpotensi menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Dengan mengolah sampah menjadi sumber daya yang bermanfaat, Palu menunjukkan komitmennya dalam membangun kota yang berkelanjutan dan sejahtera.
Keberhasilan program ini bergantung pada partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat. Edukasi dan kesadaran publik tentang pentingnya pengelolaan sampah yang baik menjadi kunci keberhasilan dalam jangka panjang. Dengan kerja sama yang solid antara pemerintah dan masyarakat, Palu dapat mewujudkan impiannya untuk menjadi kota yang bersih, sehat, dan berkelanjutan melalui ekonomi sirkuler.