Sampah Organik Dominasi TPA Kawatuna, Palu Genjot Pengelolaan Berkelanjutan
Pemkot Palu sebut sampah organik mendominasi TPA Kawatuna (70 persen), dan terus berupaya optimalkan pengelolaan sampah lewat program pengomposan, edukasi masyarakat, serta teknologi ramah lingkungan untuk pembangunan kota berkelanjutan.

Palu, Sulawesi Tengah - Pemerintah Kota (Pemkot) Palu mengungkapkan bahwa sampah organik menjadi jenis sampah mayoritas yang dikelola di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Kawatuna. Berdasarkan data terbaru, sekitar 70 persen dari total sampah yang masuk ke TPA Kawatuna merupakan sampah organik, sementara sisanya (30 persen) adalah sampah anorganik. Informasi ini disampaikan langsung oleh Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Palu, Ibnu Mundzir, Sabtu lalu (15/2).
Tantangan Pemilahan Sampah dan Solusi yang Diterapkan
Ibnu Mundzir mengakui bahwa pemisahan sampah organik dan anorganik masih menjadi tantangan besar dalam pengelolaan sampah di Palu. Hal ini menyebabkan pengelolaan sampah di TPA Kawatuna menjadi kurang efisien. Untuk mengatasi permasalahan ini, Pemkot Palu gencar mengupayakan pengaktifan Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) guna meningkatkan pengelolaan sampah plastik. TPS3R diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengolah sampah plastik lebih efektif dan ramah lingkungan.
Tidak hanya itu, Pemkot Palu juga intensif melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pemilahan sampah sejak dari rumah. Dengan demikian, sampah yang masuk ke TPA akan lebih terorganisir dan mudah dikelola, sehingga mempermudah proses pengolahan selanjutnya.
"Sampah organik banyak berasal dari sisa makanan, daun, dan limbah rumah tangga lainnya," jelas Ibnu Mundzir.
Program Pengomposan dan Teknologi Ramah Lingkungan
Sebagai upaya mengurangi volume sampah organik di TPA Kawatuna, Pemkot Palu juga mengembangkan program pengomposan sampah organik di beberapa titik di kota Palu. Program ini diharapkan dapat memberikan manfaat ganda. Pertama, mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA. Kedua, memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat melalui hasil kompos yang dapat digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Ini selaras dengan upaya Pemkot Palu untuk menciptakan sistem ekonomi sirkular.
Selain program pengomposan, DLH Palu juga berupaya memanfaatkan teknologi dalam pengelolaan sampah. Teknologi ini diharapkan dapat mendukung tercapainya tujuan pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Penerapan teknologi modern ini merupakan bagian dari komitmen Pemkot Palu dalam pengelolaan sampah yang lebih efisien dan modern.
Revolusi Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan
Ibnu Mundzir menekankan komitmen Pemkot Palu dalam mewujudkan revolusi besar terhadap pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. "Upaya yang kami lakukan saat ini adalah untuk mewujudkan revolusi besar terhadap pengelolaan lingkungan berkelanjutan dalam menurunkan pembangunan kota ke depan," tuturnya. Perubahan mendasar dalam pengelolaan lingkungan ini telah dirumuskan dalam dokumen Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Lebih lanjut, Ibnu Mundzir menjelaskan bahwa perubahan perilaku masyarakat merupakan kunci keberhasilan pengelolaan sampah. "Hal yang paling mendasar adalah gaya hidup. Pemkot Palu saat ini terus mengedukasi masyarakat untuk meningkatkan pemahaman dan kecintaan terhadap kebersihan," katanya. Edukasi dan perubahan perilaku masyarakat menjadi bagian penting dari strategi Pemkot Palu dalam mencapai pengelolaan sampah yang optimal.
Kesimpulan
Pemkot Palu terus berupaya meningkatkan pengelolaan sampah di kota Palu, khususnya dalam menangani sampah organik yang mendominasi TPA Kawatuna. Melalui berbagai program seperti pengaktifan TPS3R, sosialisasi kepada masyarakat, program pengomposan, dan pemanfaatan teknologi, Pemkot Palu berkomitmen untuk mewujudkan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan demi pembangunan kota yang lebih baik di masa depan.