Pemerintah Konsolidasi Aturan Pengelolaan Sampah: Listrik dari Sampah Terwujud dalam 5 Tahun?
Pemerintah Indonesia akan menggabungkan tiga Peraturan Presiden tentang pengelolaan sampah menjadi satu untuk mempercepat pemanfaatan sampah sebagai sumber energi listrik, dengan target implementasi di 30 provinsi dalam 5 tahun.

Pemerintah Indonesia berencana menyederhanakan regulasi pengelolaan sampah untuk mempercepat pemanfaatan sampah sebagai sumber energi listrik. Inisiatif ini diumumkan setelah rapat koordinasi di Jakarta pada Jumat (7/3), yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan. Langkah ini bertujuan untuk mengatasi masalah sampah yang menumpuk di Indonesia dan sekaligus mendorong pengembangan energi terbarukan.
Tiga Peraturan Presiden (Perpres) yang akan digabung meliputi Perpres Nomor 97 Tahun 2017 tentang kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis, Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang percepatan pembangunan instalasi pengolahan sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan, dan Perpres Nomor 83 Tahun 2018 tentang pengelolaan sampah laut. Dengan penggabungan ini, diharapkan proses perizinan menjadi lebih efisien dan singkat.
"Dengan penyederhanaan prosedur yang rumit tersebut, prosesnya menjadi lebih singkat. Kita harapkan dalam lima tahun ke depan, kita bisa implementasikan di 30 provinsi karena sampah kita sudah menumpuk," ungkap Menteri Zulkifli Hasan. Proses yang sebelumnya membutuhkan persetujuan dari pemerintah daerah dan beberapa kementerian terkait, kini akan disederhanakan sehingga PLN, sebagai pembeli energi sampah, hanya perlu izin dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Penyederhanaan Regulasi: Inspirasi dari Subsidi Pupuk
Menteri Hasan menjelaskan bahwa penyederhanaan regulasi pengelolaan sampah ini terinspirasi dari sistem distribusi pupuk bersubsidi. Dengan sistem yang lebih efisien, diharapkan target pemanfaatan sampah sebagai energi listrik dapat tercapai lebih cepat. PLN akan menjadi pihak yang membeli energi listrik hasil konversi sampah, sementara izin akan dikeluarkan oleh Kementerian ESDM.
"Karena PLN yang akan membeli output-nya, sementara Kementerian ESDM yang memberikan izin. Izin dari ESDM langsung ke PLN, dan selesai. Nanti kewajiban pemerintah daerah seperti apa, kita lihat," jelas Menteri Hasan. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat investasi dan pembangunan infrastruktur pengolahan sampah menjadi energi.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, memperkirakan total sampah di Indonesia mencapai 1,7 miliar ton per tahun. Jumlah ini berpotensi menghasilkan energi listrik hingga 2-3 gigawatt (GW).
Potensi Energi Listrik dari Sampah: Angka yang Menjanjikan
"Ini diperkirakan mencapai 2-3 GW dengan jumlah sampah sebanyak itu," kata Eniya. Potensi ini menunjukkan peluang besar untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan sekaligus mengatasi masalah sampah yang semakin kritis. Dengan adanya penyederhanaan regulasi, diharapkan investasi di sektor ini akan meningkat dan target produksi energi listrik dari sampah dapat tercapai.
Penggabungan tiga Perpres ini menjadi satu peraturan diharapkan dapat menciptakan ekosistem yang lebih kondusif bagi pengembangan energi terbarukan dari sampah. Proses yang lebih efisien dan terintegrasi akan menarik minat investor dan mempercepat pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan. Target 30 provinsi dalam lima tahun mendatang merupakan tantangan besar, namun dengan strategi yang tepat dan dukungan semua pihak, target tersebut diharapkan dapat terwujud.
Keberhasilan program ini akan berdampak positif bagi lingkungan dan perekonomian Indonesia. Pengurangan sampah akan memperbaiki kualitas lingkungan, sementara produksi energi listrik dari sampah akan meningkatkan ketahanan energi nasional dan mengurangi emisi karbon. Langkah pemerintah ini patut diapresiasi sebagai upaya konkret dalam mengatasi masalah sampah dan mendorong transisi energi berkelanjutan.