Pemprov Banten Klarifikasi Temuan BPK Soal Pengadaan Mamin RSUD Rp1,89 Miliar
Pemprov Banten klarifikasi temuan BPK terkait pengadaan mamin RSUD Cilograng dan Labuan senilai Rp1,89 miliar yang dananya telah dikembalikan.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten memberikan klarifikasi terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai pengadaan makanan dan minuman (mamin) untuk dua rumah sakit daerah (RSUD) yang belum beroperasi, yaitu RSUD Cilograng di Kabupaten Lebak dan RSUD Labuan di Kabupaten Pandeglang. Wakil Gubernur Banten, A Dimyati Natakusumah, menegaskan bahwa seluruh kerugian negara yang timbul akibat pengadaan tersebut telah diselesaikan sesuai dengan rekomendasi BPK.
Dimyati menjelaskan bahwa pengadaan mamin senilai Rp1,89 miliar ini dilakukan saat kedua RSUD tersebut belum beroperasi. Hal ini menjadi temuan BPK karena dianggap tidak sesuai dengan peruntukan anggaran. Dinas Kesehatan Banten telah bertanggung jawab menyelesaikan permasalahan ini, dan kerugian keuangan negara telah dikembalikan sepenuhnya.
“Jangan sampai kejadian lagi, tapi itu sudah diselesaikan. Sudah diselesaikan oleh Dinas Kesehatan Banten dan oleh rumah sakit itu sendiri. Kerugian keuangan negaranya sudah diselesaikan,” ujar Dimyati kepada wartawan di Kota Serang, Senin.
Temuan BPK dan Klarifikasi Pemprov Banten
BPK sebelumnya mencatat bahwa pengadaan mamin untuk RSUD Cilograng dan RSUD Labuan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Banten melalui dua penyedia, yakni CV DPS dan CV PBS. BPK menemukan bahwa bahan makanan yang dibeli memiliki tanggal kedaluwarsa yang dekat, termasuk produk susu UHT yang akan kedaluwarsa pada Juni 2025.
Dimyati menjelaskan bahwa pengadaan telah dilakukan, namun karena jadwal peresmian rumah sakit mengalami penundaan, rumah sakit belum beroperasi. Akibatnya, pengadaan tersebut menjadi temuan BPK. “Pengadaannya sudah dilakukan, tapi ternyata rumah sakit belum beroperasi karena jadwal peresmian molor. Barang-barang sudah dibeli, dan tetap jadi temuan BPK karena itu, kerugiannya dikembalikan,” jelasnya.
BPK juga menyoroti penggunaan anggaran yang tidak sesuai peruntukan, karena belanja mamin dimasukkan dalam pos Belanja Barang Habis Pakai (BHP), padahal rumah sakit belum beroperasi dan belum ada pasien yang dilayani. Selain itu, BPK menemukan adanya markup harga dalam pengadaan mamin, dimana harga barang dalam kontrak lebih tinggi dibanding harga pasar dengan selisih mencapai Rp251,7 juta.
Tanggapan Pemprov Banten atas Temuan Markup Harga
Menanggapi temuan markup harga, Dimyati menegaskan bahwa hal tersebut mengakibatkan kerugian negara yang harus dikembalikan. Ia juga menekankan bahwa temuan ini terjadi pada tahun anggaran 2024, bukan pada masa anggaran 2025.
“Kalau ada markup harga berarti kan ada kerugian. Ada kerugian temuan BPK yang harus dikembalikan,” kata Dimyati.
Dimyati menyebut kekeliruan dalam proses pengadaan ini sebagai “misadministrasi” yang harus menjadi pelajaran ke depan. Pemprov Banten berjanji akan memperkuat sistem pengawasan internal agar kejadian serupa tidak terulang. Ia juga telah menginstruksikan Pelaksana harian Sekretaris Daerah Provinsi Banten untuk membuat sistem yang memastikan semua kegiatan di OPD diketahui dan disetujui oleh Gubernur maupun Wakil Gubernur.
“Saya sudah sampaikan dalam sidang paripurna DPRD, tidak boleh ada lagi catatan-catatan itu. Penganggaran yang sifatnya KKN tidak boleh terjadi lagi,” ujar dia menegaskan.
Tidak Ada Niat Jahat
Terkait sikap Dinas Kesehatan Banten yang dinilai tidak responsif atas kasus ini, Dimyati menyatakan hal itu bisa dimaklumi karena mereka sedang dalam posisi sebagai pihak yang diperiksa. Ia juga menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa tidak ada niat jahat dalam kasus ini. Kekeliruan terjadi karena rencana peresmian rumah sakit molor, sementara pengadaan telah dilakukan lebih dulu.
“Wajarlah sebagai terperiksa, takut salah komunikasi. Tanya saya saja, saya pimpinannya,” ujar Dimyati.
“Enggak ada niat jahat. Itu rencananya mau diresmikan akhir 2024 di masa pak Al Muktabar (Penjabat Gubernur Banten sebelumnya), tapi molor. Jadi barang-barang sudah dibeli, gimana?” kata dia.
Dengan adanya klarifikasi ini, Pemprov Banten berharap dapat meluruskan informasi dan memastikan bahwa langkah-langkah perbaikan telah diambil untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Pengawasan internal akan diperketat dan sistem penganggaran akan dievaluasi kembali untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.