Perludem Desak Pembahasan RUU Pemilu Segera Dimulai
Perludem mendesak agar pembahasan RUU Pemilu segera dimulai untuk memastikan pembahasan substansial dan partisipasi semua pihak, sekaligus mengkritisi kebiasaan DPR yang tergesa-gesa dalam membahas RUU, yang berdampak pada minimnya partisipasi masyarakat.
Pembina Perludem, Titi Anggraini, menyerukan agar pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu segera dimulai. Hal ini disampaikan dalam diskusi daring di Jakarta, Minggu (26/1). Menurutnya, waktu yang cukup krusial untuk membahas substansi RUU secara komprehensif, baik dari sisi akademik maupun dampak praktisnya.
Titi menekankan pentingnya partisipasi semua pihak secara bermakna dalam proses pembahasan. Hal ini mengingat luasnya materi yang diatur dalam UU Pemilu. Menurutnya, UU Pemilu merupakan instrumen penting untuk mencegah rekayasa elektoral dan memastikan pemilu yang konstitusional, jujur, adil, dan demokratis. "UU Pemilu instrumen penting, karena untuk rekayasa elektoral demi mewujudkan pemilu konstitusional, jujur, adil, demokratis," tegas Titi.
Indonesia baru saja menyelesaikan tahun pemilu dan memasuki periode pasca-elektoral. Titi melihat momentum ini tepat untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penyelenggaraan pemilu sebelumnya. Berbagai studi telah dilakukan untuk mendukung hal ini. Hasil-hasil studi tersebut dapat menjadi acuan dalam penyusunan RUU Pemilu yang lebih baik.
Lebih lanjut, Titi mendorong kodifikasi UU Pemilu. Kodifikasi ini akan mengintegrasikan pengaturan pemilu legislatif, presiden, kepala daerah, dan penyelenggara pemilu ke dalam satu naskah UU. Ia berpendapat, hal ini akan meningkatkan koherensi, konsistensi, dan kemudahan pemahaman bagi publik. Dengan demikian, UU Pemilu yang terkodifikasi dapat menjadi instrumen pendidikan politik yang efektif.
Dari sisi filosofis, sosiologis, dan yuridis, Titi menyatakan bahwa saat ini merupakan waktu yang tepat untuk merevisi UU Pemilu dan UU Pilkada. Ia mengusulkan model kodifikasi dengan struktur yang jelas, meliputi buku, bab, bagian, dan paragraf. Hal ini akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses penyusunan UU.
Titi juga mengkritik kebiasaan DPR yang sering terburu-buru dalam membahas RUU Pilkada. Menurutnya, pembahasan yang tergesa-gesa berdampak negatif, salah satunya adalah minimnya partisipasi masyarakat. Sebagai contoh, ia mencontohkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disahkan pada 16 Agustus 2017, sementara tahapan Pemilu Serentak 2019 dimulai sehari setelahnya.
Kesimpulannya, Perludem mendesak agar pembahasan RUU Pemilu dilakukan secara menyeluruh dan partisipatif, dengan waktu yang cukup. Hal ini penting untuk menghasilkan UU Pemilu yang berkualitas dan mampu menjamin penyelenggaraan pemilu yang demokratis dan berkeadilan. Perludem juga menyoroti pentingnya menghindari pembahasan yang terburu-buru seperti yang terjadi di masa lalu.