Pesantren dan Pencegahan Kekerasan Seksual: Ekosistem yang Aman
Majelis Masyayikh mendorong pondok pesantren untuk menciptakan ekosistem pencegahan kekerasan seksual yang kuat, melibatkan peran aktif pengasuh, pemerintah, dan jalur pengaduan yang jelas.

Jakarta, 22 Januari 2024 - Anggota Majelis Masyayikh, Badriyah Fayuni, menekankan perlunya pondok pesantren membangun sistem pencegahan kekerasan seksual yang efektif. Pernyataan ini disampaikan dalam Kongres Pendidikan Nahdlatul Ulama di Jakarta. Kejadian kekerasan seksual, menurutnya, bisa terjadi di mana saja, sehingga pencegahan menjadi prioritas utama.
Badriyah menjelaskan bahwa kekerasan seksual merupakan jenis kekerasan yang paling sering dilaporkan di institusi pendidikan, diikuti kekerasan fisik dan verbal. Oleh karena itu, pengelola pesantren perlu proaktif mencegahnya. Komitmen para pengasuh pesantren menjadi kunci keberhasilan upaya pencegahan ini.
Selain peran pesantren, Badriyah juga menyoroti pentingnya peran pemerintah. Kementerian Agama (Kemenag) didorong untuk membuka saluran pengaduan internal dan melakukan evaluasi menyeluruh jika ditemukan kasus kekerasan seksual. Sistem ini, menurutnya, menjadi bentuk pencegahan yang efektif. Keterbukaan pesantren untuk menerima laporan dari santri dan orang tua juga sangat penting.
Lebih lanjut, Kemenag juga perlu mengambil tindakan tegas. Penghentian bantuan atau pencabutan izin operasional bisa dipertimbangkan jika terjadi kekerasan seksual yang melibatkan pimpinan pondok pesantren. Langkah tegas ini bertujuan memberikan efek jera dan memastikan keamanan santri.
Badriyah juga membahas relasi kuasa antara kiai dan santri. Ia menekankan peran penting bu nyai sebagai jembatan komunikasi dan pencegahan. Kehadiran bu nyai diharapkan dapat memberikan perlindungan tambahan bagi santri dan memfasilitasi pengaduan jika terjadi kekerasan seksual.
Saat ini, Majelis Masyayikh sedang merumuskan draf penjaminan mutu pesantren. Draf tersebut akan mengatur standar mutu pendidikan di pesantren, dengan salah satu indikator pentingnya adalah terciptanya lingkungan pendidikan yang ramah anak dan bebas dari kekerasan.
Kesimpulannya, pencegahan kekerasan seksual di pesantren membutuhkan kerja sama antara pesantren, pemerintah, dan semua pihak terkait. Dengan membangun ekosistem yang kuat dan responsif, diharapkan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi santri dapat terwujud. Komitmen bersama dan langkah-langkah konkrit sangat diperlukan untuk mencapai tujuan ini.