Polda Kaltim Periksa 9 Orang Terkait Dugaan Tambang Ilegal di KRUS
Polda Kaltim telah memeriksa sembilan orang terkait dugaan tambang ilegal di Kebun Raya Universitas Mulawarman Samarinda (KRUS) yang merusak kawasan hutan konservasi; proses hukum masih dalam tahap penyelidikan.

Kepolisian Daerah Kalimantan Timur (Polda Kaltim) tengah menangani kasus dugaan aktivitas pertambangan ilegal yang merusak kawasan hutan konservasi Kebun Raya Universitas Mulawarman Samarinda (KRUS). Sebanyak sembilan orang telah diperiksa sebagai bagian dari proses penyelidikan. Peristiwa ini terjadi di Samarinda, Kalimantan Timur, dan saat ini sedang dalam proses penelusuran intensif oleh pihak berwajib.
Kepala Bidang Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Yuliyanto, membenarkan pemeriksaan tersebut. "Kami minta keterangan sekitar sembilan orang terkait dugaan tambang ilegal, proses tahap penyelidikan," ujar Yuliyanto saat dikonfirmasi pada Sabtu lalu. Pihak yang diperiksa termasuk dari Universitas Mulawarman, namun identitas mereka belum diungkap ke publik karena masih dalam tahap penyelidikan awal.
Polda Kaltim juga berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) untuk membagi kewenangan penegakan hukum. "Gakkum LHK akan menangani perusakan hutan, sedangkan Polda menangani aspek pertambangan ilegalnya," jelas Yuliyanto. Kerja sama antar lembaga ini diharapkan dapat mempercepat proses pengungkapan kasus dan memastikan keadilan ditegakkan.
Investigasi Tambang Ilegal KRUS: Tantangan dan Kendala
Proses penyelidikan menghadapi beberapa kendala. Salah satu tantangan utama adalah tidak ditemukannya aktivitas pertambangan ilegal saat tim penyidik tiba di lokasi kejadian. Hanya bekas-bekas aktivitas pertambangan yang ditemukan, sehingga menyulitkan proses identifikasi pelaku utama.
Kombes Pol Yuliyanto menjelaskan, "Salah satu kendala dalam perkara tambang ilegal adalah ketika penyidik hanya menemukan bekasnya saja, dan harus mencari siapa yang sebenarnya melakukan itu." Tim penyidik juga menemukan bahwa alat berat yang terlihat dalam video viral yang beredar di media sosial sudah tidak beroperasi di lokasi kejadian.
Kendala ini mengharuskan penyidik untuk bekerja lebih keras dalam mengumpulkan bukti-bukti yang cukup untuk meningkatkan status kasus ke tahap penyidikan. Olah tempat kejadian perkara (TKP) telah dilakukan, namun minimnya bukti langsung di lapangan menjadi hambatan dalam mengidentifikasi dan menjerat para pelaku.
Meskipun demikian, Polda Kaltim memastikan akan terus mengusut kasus ini hingga tuntas. "Polda Kaltim memastikan akan terus mengusut dugaan pelanggaran hukum tersebut sampai tuntas, jika alat bukti telah dinilai cukup proses hukum akan berlanjut ke penyidikan," tegas Yulianto. Proses hukum akan berlanjut ke tahap penyidikan setelah gelar perkara dan bukti yang cukup terkumpul.
Koordinasi Antar Lembaga dan Proses Hukum Selanjutnya
Koordinasi yang baik antara Polda Kaltim dan Gakkum LHK menjadi kunci keberhasilan dalam mengungkap kasus ini. Pembagian kewenangan yang jelas antara kedua lembaga diharapkan dapat mempercepat proses penyelidikan dan penyidikan.
Belum adanya laporan polisi (LP) yang diterbitkan dikarenakan penyidik masih dalam tahap pengumpulan bukti awal. LP baru akan diterbitkan setelah gelar perkara dan dinyatakan cukup bukti untuk meningkatkan status kasus ke tahap penyidikan. Proses ini membutuhkan waktu dan ketelitian agar tidak ada kesalahan dalam proses hukum.
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap aktivitas pertambangan ilegal di Indonesia. Kerusakan lingkungan akibat tambang ilegal merupakan masalah serius yang memerlukan penanganan serius dari berbagai pihak, termasuk penegak hukum, pemerintah, dan masyarakat.
Polda Kaltim berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini secara profesional dan transparan. Proses hukum akan terus berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku, dan masyarakat diharapkan untuk bersabar menunggu hasil penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh pihak berwajib.