Polisi Diminta Humanis Bubarkan Demo Mahasiswa Tolak UU TNI
Anggota Komisi III DPR Abdullah meminta polisi gunakan cara humanis bubarkan demo mahasiswa yang tolak revisi UU TNI usai sejumlah mahasiswa terluka akibat kekerasan.

Jakarta, 22 Maret 2024 - Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, mendesak aparat kepolisian untuk menerapkan pendekatan humanis dalam membubarkan demonstrasi mahasiswa yang menolak revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Desakan ini muncul setelah insiden kekerasan yang mengakibatkan belasan mahasiswa terluka beberapa hari lalu.
Peristiwa tersebut terjadi saat demonstrasi di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, pada Kamis (20/3). Aksi unjuk rasa yang juga digelar di berbagai daerah ini diwarnai kericuhan saat aparat kepolisian berupaya membubarkan massa. Akibatnya, sejumlah mahasiswa mengalami luka-luka akibat pukulan dan pentungan polisi. Beberapa mahasiswa dari Universitas Indonesia bahkan harus dilarikan ke RS Tarakan dan RS Pelni. Ironisnya, seorang pengemudi ojek online yang sedang mangkal di dekat lokasi demonstrasi juga menjadi korban kekerasan, diduga karena dikira mahasiswa.
"Aparat keamanan jangan asal main pukul kepada mahasiswa yang sedang berdemo. Gunakan cara-cara humanis saat hendak menghalau atau membubarkan massa," tegas Abdullah dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu. Ia mengingatkan bahwa polisi memiliki tugas untuk mengayomi masyarakat dan memberikan teladan yang baik.
Pentingnya Pendekatan Humanis dan Kebebasan Berpendapat
Abdullah, yang berasal dari Komisi III yang membidangi hukum, HAM, dan keamanan, menekankan bahwa mahasiswa sedang menyampaikan aspirasi dan pendapat di "rumah rakyat". Ia menegaskan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi yang menjamin kebebasan berpendapat. "Mahasiswa menyampaikan aspirasi ini dilindungi oleh konstitusi negara," tegasnya.
Ia mengimbau pimpinan Polri untuk memberikan arahan tegas kepada jajarannya agar memprioritaskan pendekatan damai dalam mengamankan unjuk rasa. "Kalau ada ketegangan di lapangan, dia meminta aparat memprioritaskan langkah-langkah soft approach. Tidak dengan kekerasan yang dapat menyebabkan kondisi semakin memanas, apalagi sampai ada salah sasaran kepada masyarakat umum," imbuhnya. Penggunaan cara-cara represif, menurutnya, justru akan mencoreng institusi Polri dan aparat keamanan.
Lebih lanjut, Abdullah juga meminta agar mahasiswa menyampaikan aspirasi dengan cara-cara damai. Anarkisme, menurutnya, tidak dapat dibenarkan. Ia mengajak seluruh elemen bangsa untuk menjaga kondusivitas, terutama di bulan Ramadan. "Apalagi ini bulan puasa, ayo bersama kita menjaga keteduhan bangsa dan negara," ajaknya.
Imbauan Kepada Semua Pihak
Abdullah memberikan imbauan kepada kedua belah pihak. Kepada aparat kepolisian, ia meminta agar selalu mengedepankan pendekatan humanis dan menghindari tindakan represif. Kepada mahasiswa, ia meminta agar menyampaikan aspirasi dengan cara damai dan tertib. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban umum. Aspirasi rakyat, termasuk mahasiswa, menurutnya, perlu didengarkan dan dihargai.
"Berikan kesempatan untuk teman-teman mahasiswa menyampaikan aspirasi mereka. Jangan sampai bentuk represif aparat menimbulkan kesan negara tidak mau mendengarkan rakyat," ujar Abdullah. Ia juga menambahkan, "Saya percaya kontribusi mahasiswa pastinya akan bermanfaat untuk Indonesia. Maka, salurkan aspirasi dan pendapat sesuai dengan ketentuan yang berlaku demi menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban umum."
Insiden kekerasan dalam demonstrasi ini menjadi sorotan penting. Penting untuk memastikan bahwa kebebasan berpendapat tetap dijamin, namun juga tetap menjaga ketertiban dan keamanan umum. Semoga ke depannya, penyampaian aspirasi dapat dilakukan dengan damai dan tanpa kekerasan.