Polisi: Kasus Pelecehan Seksual Rektor Nonaktif UP Masih Kekurangan Keterangan Saksi
Penyidikan kasus dugaan pelecehan seksual Rektor nonaktif Universitas Pancasila, ETH (72), masih terhambat karena kekurangan keterangan saksi, meskipun polisi telah memaparkan perkembangan kasus kepada Wamenaker dan WamenPPPA.

Jakarta, 7 Mei 2024 - Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menyatakan penyidikan kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Rektor nonaktif Universitas Pancasila (UP), ETH (72), masih membutuhkan keterangan saksi tambahan. Proses hukum yang panjang ini telah menimbulkan pertanyaan dari pihak korban dan publik. Kasus ini melibatkan dua korban, RZ dan DF, yang merasa proses hukum berjalan terlalu lambat.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Wira Satya Triputra, menjelaskan bahwa beberapa keterangan saksi masih kurang. "Memang di dalam proses penyidikan kami masih terdapat beberapa hal yang masih kurang, sehingga nantinya kami akan menambahkan beberapa keterangan saksi," ujar Kombes Pol Wira saat ditemui di Polda Metro Jaya, Rabu.
Pihak kepolisian telah menyampaikan perkembangan kasus kepada Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) dan Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (WamenPPPA). "Jadi proses yang sudah kita laksanakan dari tahapan lidik sampai dengan sidik dari fakta-fakta hukum yang ada kami sudah sampaikan semua," kata Kombes Pol Wira. Polisi juga akan mendapat dukungan dari Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak dan Pidana Perdagangan Orang (PPA PPO) serta Bidpropam untuk penyidikan yang lebih komprehensif.
Ketidakpuasan Korban dan Kuasa Hukum
Kuasa hukum korban, RZ dan DF, Yansen Ohoirat dan Amanda Manthovani, sebelumnya telah menemui Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk mengadukan lambatnya penanganan kasus ini. Mereka menilai proses hukum yang telah berlangsung selama lebih dari satu tahun lima bulan sejak Januari 2024 terlalu lama dan tidak menunjukkan perkembangan signifikan.
Yansen Ohoirat menyatakan, "Kalau memang kita lihat dari jenjang waktu dari Januari 2024 sampai dengan saat ini kurang lebih 1 tahun 5 bulan, dalam proses penyelidikan sampai ke penyidikan. Ini rentang waktu yang sangat panjang kalau menurut kami."
Ia menambahkan bahwa meskipun kasus telah dinaikkan ke tahap penyidikan, tidak ada perkembangan berarti mengenai penetapan tersangka selama kurang lebih 10 bulan. "Padahal, ketika perkara itu ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan, itu kan sudah ada. Peristiwa itu ada pidananya," tegas Yansen. Amanda Manthovani juga mengungkapkan bahwa kredibilitasnya sebagai kuasa hukum dipertanyakan oleh korban.
Proses Penyidikan dan Keterbatasan
Proses penyidikan kasus ini tampaknya menghadapi beberapa kendala, salah satunya adalah kekurangan keterangan saksi. Pihak kepolisian berupaya untuk melengkapi keterangan tersebut agar penyidikan dapat berjalan lebih lanjut dan tuntas. Dukungan dari instansi terkait diharapkan dapat mempercepat proses dan menghasilkan penyidikan yang komprehensif.
Meskipun pihak kepolisian telah berupaya untuk menyelesaikan kasus ini, lambatnya proses hukum menimbulkan kekhawatiran dan kekecewaan dari pihak korban dan kuasa hukumnya. Mereka berharap agar kasus ini segera menemukan titik terang dan pelaku dapat diproses sesuai hukum yang berlaku.
Ke depan, transparansi dan komunikasi yang efektif antara pihak kepolisian, korban, dan kuasa hukum sangat penting untuk membangun kepercayaan dan memastikan keadilan tercapai. Proses hukum yang adil dan transparan merupakan kunci penting dalam menangani kasus pelecehan seksual, memberikan rasa keadilan bagi korban, dan mencegah terjadinya tindakan serupa di masa mendatang.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan figur publik dan menyoroti pentingnya penanganan kasus pelecehan seksual secara cepat, efektif, dan transparan. Harapannya, dengan dukungan dari berbagai pihak, penyelesaian kasus ini dapat segera terwujud.