Wamen PPPA Pastikan Negara Hadir Kawal Kasus Pelecehan Seksual Rektor Nonaktif UP
Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan, memastikan negara hadir mengawal kasus pelecehan seksual yang dilakukan rektor nonaktif Universitas Pancasila dan mendorong percepatan proses hukumnya.

Jakarta, 7 Mei 2024 - Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan, menegaskan komitmen negara dalam menangani kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh Rektor nonaktif Universitas Pancasila (UP), Edie Toet Hendratno. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Wamen PPPA saat mengunjungi Polda Metro Jaya pada Rabu, 7 Mei 2024. Kasus ini telah berlangsung selama 16 bulan dan menimbulkan keprihatinan luas.
Wamen PPPA Veronica Tan menyatakan, "Hari ini juga negara hadir, kita memastikan sistem hukum apa yang harus diperbaiki, kita kejar terus, makanya hari ini kita ada di sini, melihat kasus yang sudah 16 bulan."
Kementerian PPPA berkomitmen untuk mengawal kasus ini hingga tuntas dan memastikan keadilan bagi para korban. Pihaknya juga akan berkolaborasi dengan pihak kepolisian untuk mempercepat proses hukum yang sedang berjalan. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus.
Proses Hukum yang Lambat Menjadi Sorotan
Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Edie Toet Hendratno terhadap korban berinisial RZ dan DF telah dilaporkan sejak Januari 2024. Namun, proses hukum yang berjalan dinilai lamban oleh kuasa hukum korban, Yansen Ohoirat. Beliau mengungkapkan kekecewaannya karena kasus ini dianggap "jalan di tempat" selama lebih dari satu tahun.
Yansen Ohoirat, kuasa hukum korban, mengungkapkan, "Kalau memang kita lihat dari jenjang waktu dari Januari 2024 sampai dengan saat ini kurang lebih 1 tahun 5 bulan, dalam proses penyelidikan sampai ke penyidikan. Ini rentang waktu yang sangat panjang kalau menurut kami."
Ketidakpuasan atas lamanya proses hukum tersebut mendorong Yansen untuk menemui Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) guna mengadukan dugaan kurang profesionalnya tim penyidik dalam menangani kasus ini. Beliau menekankan bahwa meskipun kasus telah ditingkatkan ke tahap penyidikan, namun belum ada tersangka yang ditetapkan setelah 10 bulan.
Amanda Manthovani, kuasa hukum korban lainnya, juga turut menyoroti lambatnya proses hukum dan bahkan menyebutkan adanya pertanyaan terhadap kredibilitas tim kuasa hukum dari pihak korban.
Kementerian PPPA Tambah Saksi Ahli
Menanggapi keluhan tersebut, Kementerian PPPA menyatakan akan mengambil langkah-langkah untuk mempercepat proses hukum dan memastikan keadilan bagi para korban. Salah satu langkah yang akan diambil adalah menambahkan saksi ahli untuk memperkuat bukti-bukti dalam persidangan.
Wamen PPPA Veronica Tan menambahkan, "Kita juga akan menambahkan lagi saksi-saksi ahli yang memungkinkan." Langkah ini diharapkan dapat memperkuat posisi hukum para korban dan mempercepat proses penetapan tersangka.
Kementerian PPPA juga akan terus berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk memantau perkembangan kasus dan memastikan proses hukum berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Komitmen ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memberantas kasus pelecehan seksual di Indonesia.
Kasus Pelecehan Seksual di Kampus: Gunung Es
Wamen PPPA Veronica Tan juga menyinggung bahwa kasus pelecehan seksual di kampus merupakan fenomena gunung es. Banyak kasus yang mungkin belum terungkap dan perlu mendapat perhatian serius. Oleh karena itu, Kementerian PPPA berkomitmen untuk mencegah dan menangani kasus-kasus serupa di masa mendatang.
Wamen PPPA menyatakan, "Masalah satu ini kita tahu seperti gunung es dan bagaimana proses hukumnya dikawal untuk bisa berjalan dan ada efek jera."
Pernyataan ini menekankan pentingnya upaya pencegahan dan penegakan hukum yang tegas untuk melindungi perempuan dan anak dari kekerasan seksual. Harapannya, kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk menciptakan lingkungan kampus yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.
Kehadiran Kementerian PPPA dalam kasus ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk melindungi korban dan memastikan keadilan ditegakkan. Proses hukum yang transparan dan adil diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.