Prabowo dan Ketahanan Pangan-Energi: Visi Jauh ke Depan di Tengah Gejolak Global
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi mengungkapkan konsistensi Presiden Prabowo Subianto dalam isu ketahanan pangan dan energi selama satu dekade terakhir sebagai langkah strategis menghadapi gejolak global.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, dalam diskusi umum bertajuk Ada Apa dengan Prabowo? di Jakarta pada Sabtu, 10 Mei, menjelaskan konsistensi Presiden Prabowo Subianto dalam menekankan ketahanan pangan dan energi sejak 2014, bahkan mungkin sebelumnya. Konsistensi ini, menurut Hasan, merupakan komitmen Prabowo untuk menjaga kedaulatan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global yang semakin meningkat. Perang Rusia-Ukraina, konflik Gaza-Israel, dan eskalasi antara India-Pakistan menjadi bukti relevansi visi Prabowo tersebut.
Hasan menjelaskan bahwa visi Prabowo berakar pada potensi gangguan rantai pasok internasional akibat gejolak geopolitik. Bahkan negara kaya sekalipun, tidak bisa menjamin ketersediaan kebutuhan pokok jika rantai pasok terganggu. Keteguhan Prabowo dalam menekankan kemandirian ekonomi nasional didorong oleh kesadaran akan potensi krisis global yang sewaktu-waktu dapat terjadi.
Pernyataan Hasan Nasbi, "Sejak 2014, mungkin jauh sebelumnya juga sudah ada, Pak Prabowo selalu bilang ketahanan pangan, ketahanan energi. Kita waktu itu mikir apa sih ini? Ketahanan pangan, ketahanan energi?", menunjukkan betapa visi Prabowo terkesan maju di masanya, namun kini terbukti sangat relevan.
Konsistensi Prabowo: Sebuah Antisipasi yang Tepat
Konsistensi Presiden Prabowo Subianto dalam memperjuangkan ketahanan pangan dan energi selama bertahun-tahun akhirnya terbukti sebagai langkah antisipatif yang sangat tepat. Dalam konteks ketahanan pangan, gejolak global menunjukkan betapa pentingnya kemandirian dalam memenuhi kebutuhan pokok. Indonesia tidak bisa terus bergantung pada impor, karena ketersediaan dan harga barang impor dapat sangat fluktuatif.
Hal ini juga berlaku untuk ketahanan energi. Indonesia masih sangat bergantung pada impor bahan bakar minyak (BBM), dengan angka impor mencapai sekitar satu juta barel per hari dari total konsumsi 1,5 hingga 1,6 juta barel. Ketergantungan ini membuat Indonesia rentan terhadap gejolak harga minyak dunia dan potensi krisis energi.
Oleh karena itu, upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan dan energi dalam negeri merupakan langkah krusial untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kedaulatan nasional. Hal ini sejalan dengan visi Prabowo yang telah lama diutarakan.
Kemandirian Ekonomi: Pilar Kekuatan Indonesia
Hasan Nasbi juga menekankan pentingnya kemandirian ekonomi nasional, tidak hanya dalam situasi krisis, tetapi juga dalam situasi damai. Ketahanan pangan, misalnya, memberikan keuntungan bahkan di masa damai, karena Indonesia tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk mengimpor kebutuhan pokok.
Kemandirian ekonomi merupakan pilar kekuatan bagi Indonesia. Dengan mengurangi ketergantungan pada impor, Indonesia dapat lebih tahan terhadap guncangan ekonomi global dan dapat lebih fokus pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan visi Prabowo untuk membangun Indonesia yang kuat dan mandiri.
Dengan demikian, keteguhan Prabowo Subianto dalam isu ketahanan pangan dan energi merupakan sebuah langkah strategis yang visioner. Hal ini menunjukkan komitmennya untuk membangun Indonesia yang berdaulat secara ekonomi dan mampu menghadapi tantangan global.
Visi tersebut tidak hanya relevan di masa krisis, tetapi juga di masa damai, karena kemandirian ekonomi akan selalu menjadi aset berharga bagi bangsa Indonesia.