Presiden Prabowo Sinyalkan Penarikan Aset Negara dari Swasta
Presiden Prabowo Subianto berencana menarik aset negara yang dikuasai swasta, didasari oleh UUD 45 dan setelah berkonsultasi dengan hakim agung, dengan sengketa lahan Hotel Sultan sebagai salah satu contoh kasus.

Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini mengumumkan rencana untuk menarik aset-aset negara yang saat ini dikuasai oleh pihak swasta. Pengumuman tersebut disampaikan langsung oleh Presiden kepada ratusan ribu buruh dalam peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) 2025 di Lapangan Silang Monas, Jakarta. Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai aset-aset spesifik yang akan ditarik dan implikasi kebijakan ini terhadap perekonomian nasional. Presiden menegaskan bahwa langkah ini didasari oleh konstitusi, khususnya UUD 45, yang mengatur bahwa kekayaan alam Indonesia harus dikuasai oleh negara.
Dalam pidatonya, Presiden Prabowo Subianto menyatakan, "Gue lahir di Betawi, gue besar di Betawi. Gue ngerti mana aset-aset yang milik rakyat, gue ngerti semua, dan gue akan tarik kembali jadi milik rakyat, saudara-saudara sekalian." Pernyataan tegas ini menekankan komitmen Presiden untuk mengembalikan aset-aset negara kepada rakyat Indonesia. Presiden juga menambahkan bahwa dirinya telah melakukan konsultasi dengan sejumlah hakim agung untuk memastikan langkah ini sesuai dengan landasan hukum yang ada. Ia mengutip Pasal 33 ayat (3) UUD 45 yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam Indonesia dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Meskipun Presiden telah menyatakan niat kuatnya untuk menarik aset-aset negara, belum ada rincian spesifik mengenai aset mana saja yang akan menjadi target penarikan. Pemerintah saat ini tengah melakukan pendataan aset-aset negara yang dikuasai oleh pihak swasta. Proses pendataan ini melibatkan beberapa kementerian dan lembaga terkait untuk memastikan akurasi dan kelengkapan data.
Sengketa Lahan Hotel Sultan: Kasus Sengketa Aset Negara
Salah satu kasus sengketa aset negara yang tengah menjadi sorotan publik adalah sengketa lahan seluas 13 hektare yang saat ini ditempati oleh Hotel Sultan di Jakarta. Kasus ini melibatkan Kementerian Sekretariat Negara dengan Indobuildco, perusahaan milik Pontjo Sutowo. Sengketa ini berpusat pada hak guna bangunan (HGB) yang telah habis masa berlakunya sejak tahun 2023. Kementerian Sekretariat Negara telah melayangkan somasi kepada Indobuildco untuk segera mengosongkan bangunan tersebut.
Kasus Hotel Sultan menjadi contoh nyata dari kompleksitas permasalahan penguasaan aset negara oleh pihak swasta. Penyelesaian sengketa ini memerlukan proses hukum yang panjang dan rumit, serta membutuhkan koordinasi yang baik antar lembaga pemerintah. Hasil dari kasus ini dapat menjadi preseden bagi penyelesaian sengketa aset negara lainnya.
Lokasi lahan yang menjadi sengketa berada di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), yang rencananya akan dialihkan pengelolaannya dari Kementerian Sekretariat Negara ke Badan Pengelola Investasi Danantara (Danantara). Keputusan ini merupakan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto, seperti yang disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi.
Pengalihan Pengelolaan Aset GBK ke Danantara
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menjelaskan bahwa pengalihan pengelolaan aset GBK ke Danantara masih dalam tahap koordinasi teknis dengan berbagai pihak terkait, termasuk Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan Danantara sendiri. Proses ini membutuhkan waktu untuk mempersiapkan berbagai hal teknis, sehingga belum ada aset yang secara resmi dipindahkan hingga saat ini.
Hal ini menunjukkan bahwa proses penarikan aset negara dari pihak swasta memerlukan perencanaan dan koordinasi yang matang. Pemerintah perlu memastikan bahwa proses ini dilakukan secara transparan dan akuntabel, serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, pemerintah juga perlu mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial dari kebijakan ini terhadap berbagai pihak yang terkait.
Presiden Prabowo Subianto telah memberikan sinyal kuat mengenai komitmennya untuk menarik aset negara yang dikuasai swasta. Namun, implementasi kebijakan ini memerlukan langkah-langkah yang terukur dan terencana dengan baik untuk memastikan keberhasilan dan menghindari dampak negatif yang tidak diinginkan. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses penarikan aset ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik.
Ke depan, publik menantikan langkah-langkah konkret pemerintah dalam menindaklanjuti rencana penarikan aset negara ini. Transparansi dan keterbukaan informasi terkait aset-aset yang akan ditarik, serta mekanisme penarikan tersebut, sangat penting untuk memastikan proses ini berjalan dengan adil dan bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.