Pria Asal Lampung Divonis 14 Tahun Penjara Kasus Pencabulan Anak di Cilegon
Terdakwa pencabulan anak di Cilegon divonis 14 tahun penjara dan denda Rp5 miliar setelah terbukti mencabuli korban yang baru dikenalnya lewat Facebook.

Pengadilan Negeri (PN) Serang menjatuhkan vonis 14 tahun penjara terhadap seorang pria asal Lampung yang terbukti melakukan pencabulan terhadap seorang gadis berusia 16 tahun di Cilegon, Banten. Vonis tersebut dibacakan pada Senin, 17 Maret 2025, dan tertuang dalam Putusan PN Serang Nomor 948/Pid.Sus/2024/PN SRG. Selain hukuman penjara, terdakwa juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp5 miliar.
Peristiwa pencabulan bermula dari perkenalan terdakwa dan korban melalui media sosial Facebook pada Juni 2024. Setelah beberapa kali bertemu, terdakwa mengajak korban untuk menemani menjual ponsel pada 8 Agustus 2024. Namun, sekitar pukul 21.00 WIB, terdakwa justru membawa korban ke sebuah hotel di Pulomerak, Cilegon, dan melakukan pencabulan meskipun korban sempat menolak. Terdakwa membujuk korban dengan janji pernikahan.
Kejadian pencabulan tidak hanya terjadi sekali. Keesokan harinya, terdakwa membawa korban ke rumahnya di Lampung dan kembali melakukan pencabulan. Pada 15 Agustus 2024, terdakwa mengantar korban ke rumah sakit karena orang tua korban sakit. Di sinilah, kakak korban menginterogasi terdakwa, yang kemudian mengakui perbuatannya dan langsung dilaporkan ke Polres Cilegon. Penangkapan dilakukan keesokan harinya.
Vonis Lebih Ringan dari Tuntutan JPU
Majelis Hakim yang diketuai oleh David Panggabean menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Anak. Meskipun vonis 14 tahun penjara lebih ringan satu tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut 15 tahun penjara, Majelis Hakim mempertimbangkan hal yang meringankan yaitu penyesalan terdakwa atas perbuatannya.
Namun, hal yang memberatkan adalah dampak traumatis yang ditimbulkan terhadap korban. Putusan tersebut menyebutkan bahwa perbuatan terdakwa telah menyebabkan gangguan psikis dan trauma pada korban, yang menunjukkan tanda-tanda depresi dan gangguan post-trauma syndrome disorder (PTSD).
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 14 tahun," tulis Putusan PN Serang Nomor 948/Pid.Sus/2024/PN SRG yang dikutip dari laman Direktori Putusan Mahkamah Agung, Senin. "Bahwa benar saksi anak berumur 16 tahun pada saat kejadian," tulis putusan tersebut.
Kronologi Peristiwa dan Pertimbangan Hakim
Berdasarkan kronologi kejadian, terdakwa dan korban berkenalan melalui Facebook dan beberapa kali bertemu sebelum peristiwa pencabulan terjadi. Terdakwa memanfaatkan kesempatan saat menemani korban menjual ponsel untuk melancarkan aksinya. Perbuatan terdakwa yang berulang dan memberikan dampak traumatis kepada korban menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis.
Perbuatan terdakwa ini jelas melanggar hukum dan memberikan dampak buruk bagi korban. Hal ini menjadi perhatian serius bagi penegak hukum dalam melindungi anak-anak dari kejahatan seksual. Putusan ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan serupa dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan anak.
Selain itu, putusan ini juga menjadi pengingat pentingnya pengawasan orang tua dan lingkungan terhadap anak-anak, terutama dalam penggunaan media sosial. Perkenalan melalui media sosial dapat berisiko, sehingga perlu adanya edukasi dan pengawasan yang ketat untuk mencegah terjadinya hal serupa di masa mendatang.
Dampak Psikologis Korban
Salah satu hal yang memberatkan hukuman terdakwa adalah dampak psikologis yang dialami korban. Korban mengalami trauma yang signifikan, ditunjukkan dengan tanda-tanda depresi dan PTSD. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya dampak kejahatan seksual terhadap anak, tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara psikologis.
Perlu adanya dukungan dan pendampingan psikologis bagi korban untuk membantu pemulihan trauma yang dialaminya. Perlindungan dan pemulihan korban merupakan hal penting dalam kasus kejahatan seksual anak, selain memberikan hukuman yang setimpal bagi pelaku.
Kasus ini menjadi bukti pentingnya perlindungan anak dari kejahatan seksual. Penting bagi semua pihak untuk berperan aktif dalam mencegah dan menangani kasus serupa, baik melalui edukasi, pengawasan, maupun penegakan hukum yang tegas.