Reformasi Regulasi Kripto di Indonesia: Indodax Dorong Pemerintah Jadi Pionir Kembali
CEO Indodax, Oscar Darmawan, mendesak reformasi regulasi kripto di Indonesia agar tidak tertinggal dari negara lain seperti Thailand dan Jepang, termasuk menurunkan tarif pajak transaksi.

Jakarta, 4 Mei 2024 - Indonesia dinilai perlu melakukan reformasi regulasi di sektor kripto agar tidak tertinggal dari negara lain. Hal ini disampaikan oleh CEO Indodax, Oscar Darmawan, yang menyoroti ketertinggalan Indonesia dibandingkan negara-negara seperti Thailand dan Jepang.
Darmawan mengungkapkan bahwa Indonesia sempat menjadi yang terdepan dalam pengaturan industri kripto, namun kini posisinya tergeser. Ia menekankan perlunya percepatan reformasi untuk mengembalikan Indonesia sebagai pionir di bidang ini. "Diperlukan adanya percepatan reformasi regulasi agar Indonesia kembali menjadi pionir dalam industri kripto," ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu.
Salah satu poin penting yang diangkat adalah besaran pajak. Tarif pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) transaksi kripto di Indonesia dinilai terlalu tinggi, sehingga membuat biaya jual beli aset kripto di dalam negeri kurang kompetitif dibandingkan negara lain.
Pajak Kripto: Hambatan Daya Saing Indonesia
Tingginya tarif pajak, menurut Darmawan, membuat transaksi kripto di Indonesia dua kali lipat lebih mahal daripada di platform luar negeri. Investor kripto di Indonesia dikenakan pajak final sebesar 0,2 persen PPh dan 0,11 persen PPN untuk setiap transaksi, sementara platform luar negeri banyak yang tidak memberlakukan pajak serupa. Kondisi ini berpotensi mendorong investor untuk beralih ke platform global.
Sebagai solusi, Darmawan mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan penyamaan tarif PPh menjadi 0,1 persen, seperti pada perdagangan saham. Ia mencontohkan keberhasilan Indodax ketika menurunkan biaya transaksi menjadi 0,1 persen pada tahun 2021, yang mengakibatkan peningkatan signifikan volume perdagangan harian. Hal ini menunjukkan pengaruh langsung kebijakan fiskal terhadap pertumbuhan pasar kripto domestik.
Selain pajak, Darmawan juga menyoroti larangan Bank Indonesia terhadap institusi keuangan untuk memproses transaksi kripto sebagai hambatan regulasi lainnya. Di banyak negara lain, bank telah mengintegrasikan layanan berbasis kripto ke dalam sistem pembayaran mereka. "Di luar negeri, bank sudah bisa memasarkan produk-produk berbasis kripto, bahkan terintegrasi dengan sistem pembayaran. Indonesia perlu mengevaluasi regulasi agar tak tertinggal dari negara-negara tetangga," tegasnya.
Inovasi dan Tantangan Regulasi
Lebih lanjut, Darmawan menilai keterbatasan regulasi juga menghambat pengembangan inovasi baru di industri kripto, termasuk keterbatasan listing aset dan keterhubungan dengan sistem keuangan nasional. Oleh karena itu, percepatan reformasi regulasi sangat krusial agar Indonesia tetap kompetitif.
Meskipun demikian, Darmawan mengapresiasi langkah transisi pengawasan industri kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia menilai langkah ini sebagai penguatan kelembagaan yang dapat meningkatkan regulasi dan kepercayaan publik. "Transisi ke OJK memberikan harapan baru. Pengawasan kini lebih terarah dan progresif. Namun, kita berharap agar kebijakan-kebijakan tersebut juga tidak menghambat inovasi yang sedang berkembang," tutupnya.
Secara keseluruhan, Indodax menekankan pentingnya reformasi regulasi yang komprehensif dan berimbang untuk mendorong pertumbuhan industri kripto di Indonesia, sekaligus menjaga daya saing di tingkat global. Percepatan reformasi ini diharapkan dapat membawa Indonesia kembali menjadi pionir di industri kripto.