Risiko TBC di Lapas 10 Kali Lebih Tinggi, Wamenkes Dorong Pencegahan Masif
Wamenkes ungkap risiko penularan TBC di lapas 10 kali lebih tinggi, dorong skrining masif dan replikasi program Tangerang.

Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) RI, Dr. Dante Saksono, mengungkapkan bahwa risiko penyebaran penyakit Tuberkulosis (TBC) di lingkungan lembaga pemasyarakatan (lapas) mencapai 10 kali lipat lebih tinggi dibandingkan di luar lapas. Pernyataan ini disampaikan saat meninjau kegiatan Active Case Finding Tuberkulosis di Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang, Rabu (19/3). Kegiatan skrining kesehatan yang dilakukan meliputi skrining TBC, IVA test, dan pemeriksaan kesehatan umum. Peninjauan ini dilakukan untuk memastikan penanganan dan pencegahan TBC di lingkungan lapas berjalan efektif.
Menurut Wamenkes, skrining kesehatan merupakan upaya untuk pemerataan pelayanan kesehatan dan identifikasi kasus TBC pada kelompok berisiko tinggi, termasuk warga binaan di lapas. "Bahkan berdasarkan laporan, sekitar 80 persen warga binaan mengonsumsi obat pencegahan TBC," ungkap Wamenkes. Hal ini menunjukkan tingginya kesadaran dan upaya pencegahan yang telah dilakukan, namun tetap perlu ditingkatkan lagi mengingat tingginya risiko penularan.
Provinsi Banten, termasuk Kota Tangerang, disebut sebagai daerah dengan cakupan penanggulangan TBC terbaik. Wamenkes berharap program-program yang berhasil di Tangerang dapat direplikasi ke daerah lain untuk mengoptimalkan identifikasi dan penanganan kasus TBC. Langkah ini dinilai penting untuk menekan angka penyebaran penyakit menular yang mematikan ini.
Upaya Pencegahan dan Penanggulangan TBC di Kota Tangerang
Wali Kota Tangerang, Sachrudin, menjelaskan bahwa Kota Tangerang telah secara masif menjalankan berbagai program deteksi TBC. Program-program tersebut antara lain Kader Asmara TBC dan Ransel TBC, yang bertujuan untuk meningkatkan cakupan skrining mandiri. Selain itu, perhatian juga diberikan pada aspek sanitasi dan gizi yang baik untuk mendukung upaya pencegahan dan pengobatan TBC.
"Kami terus berikan yang terbaik kepada pasien TBC di Kota Tangerang," tegas Wali Kota Sachrudin. Komitmen ini menunjukkan keseriusan pemerintah daerah dalam menangani masalah TBC di wilayahnya. Dengan berbagai program yang telah dijalankan, diharapkan angka kasus TBC di Kota Tangerang dapat ditekan secara signifikan.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang, dr. Dini Anggraeni, menambahkan bahwa sebanyak 280 warga binaan di Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang telah menjalani skrining kesehatan gratis dan IVA Tes. Pemkot Tangerang berencana untuk memaksimalkan skrining Active Case Finding TBC selama satu tahun ke depan. Program Ransel TBC juga akan diperluas ke sekolah-sekolah.
Untuk memastikan akurasi skrining, Pemkot Tangerang akan melakukan skrining dua kali seminggu menggunakan rontgen mobile dan Tes Cepat Molekuler. Kasus positif TBC akan langsung diberikan pengobatan hingga sembuh. Upaya ini diharapkan dapat menurunkan angka prevalensi TBC di Kota Tangerang.
Kolaborasi Lintas Sektor untuk Penanggulangan TBC
Penanggulangan TBC membutuhkan kolaborasi lintas sektor. Tidak hanya sektor kesehatan, tetapi juga sektor lingkungan, sosial ekonomi, dan keterlibatan masyarakat sangat penting untuk menurunkan angka TBC. Hal ini ditekankan oleh dr. Dini Anggraeni. Dengan pendekatan komprehensif ini, diharapkan upaya pencegahan dan penanggulangan TBC dapat lebih efektif dan berkelanjutan.
Kesimpulannya, upaya pencegahan dan penanggulangan TBC di Indonesia, khususnya di lingkungan lapas, membutuhkan perhatian serius dan kolaborasi berbagai pihak. Replikasi program-program sukses seperti di Kota Tangerang menjadi kunci untuk menekan angka penyebaran TBC di seluruh Indonesia. Skrining masif, pengobatan yang tepat, dan perhatian pada aspek sanitasi dan gizi sangat penting untuk mencapai keberhasilan dalam upaya ini.