Rupiah Melemah: Pernyataan The Fed Picu Kekhawatiran Inflasi
Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS seiring pernyataan hawkish The Fed terkait suku bunga dan inflasi, dipicu kebijakan tarif Trump dan data penjualan barang tahan lama AS yang lebih baik dari perkiraan.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada perdagangan Kamis pagi, 27 Maret 2020. Pelemahan ini dipicu oleh pernyataan hawkish The Federal Reserve (The Fed) terkait suku bunga dan inflasi, dikombinasikan dengan data ekonomi AS yang positif. Pelemahan ini memberikan dampak signifikan pada pasar keuangan Indonesia.
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, menjelaskan bahwa pernyataan hawkish dari pejabat The Fed, Neel Kashkari dan Alberto Musalem, menjadi faktor utama pelemahan rupiah. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa The Fed tidak akan terburu-buru memangkas suku bunga acuan, meskipun terdapat ketidakpastian ekonomi akibat kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump. Hal ini membuat dolar AS menguat di pasar internasional.
Lebih lanjut, Lukman menambahkan bahwa data penjualan barang tahan lama AS yang lebih baik dari perkiraan juga turut memperkuat dolar AS. Kenaikan penjualan barang tahan lama sebesar 0,9 persen, berbanding terbalik dengan ekspektasi penurunan 1 persen, memberikan sentimen positif bagi mata uang negara tersebut.
Dampak Pernyataan Hawkish The Fed terhadap Rupiah
Pernyataan pejabat The Fed yang cenderung hawkish, atau cenderung mempertahankan suku bunga tinggi, menciptakan kekhawatiran akan inflasi yang lebih tinggi di AS. Neel Kashkari menekankan bahwa tidak ada urgensi untuk memangkas suku bunga di tengah ketidakpastian ekonomi akibat kebijakan tarif Trump. Sementara itu, Alberto Musalem memperingatkan bahwa dampak inflasi dari tarif AS mungkin bukan hanya sementara, efek tak langsungnya dapat lebih persisten.
Kebijakan tarif baru Trump yang memberlakukan tarif 25 persen untuk otomotif juga memberikan tekanan pada aset dan mata uang berisiko, termasuk rupiah. Hal ini semakin memperburuk posisi rupiah terhadap dolar AS yang sedang menguat.
Lukman memprediksi bahwa pelemahan rupiah akan berlanjut, dengan kisaran nilai tukar berada di antara Rp16.500 hingga Rp16.600 per dolar AS. Prediksi ini didasarkan pada kombinasi faktor pernyataan hawkish The Fed dan data ekonomi AS yang positif.
Data Penjualan Barang Tahan Lama AS dan Pengaruhnya
Data penjualan barang tahan lama AS yang melampaui ekspektasi pasar menjadi katalis tambahan bagi penguatan dolar AS. Kenaikan penjualan ini mengindikasikan kondisi ekonomi AS yang lebih kuat dari perkiraan, sehingga menarik minat investor untuk berinvestasi di pasar AS dan meningkatkan permintaan dolar AS.
Kondisi ini berdampak negatif terhadap rupiah, karena investor cenderung menarik investasi dari pasar negara berkembang seperti Indonesia dan mengalihkannya ke pasar AS yang dianggap lebih aman dan menguntungkan. Hal ini menyebabkan aliran modal keluar dari Indonesia dan menekan nilai tukar rupiah.
Secara keseluruhan, kombinasi faktor internal dan eksternal ini menyebabkan pelemahan rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Kamis pagi. Pernyataan hawkish The Fed, kebijakan tarif Trump, dan data ekonomi AS yang positif menciptakan kondisi yang kurang menguntungkan bagi rupiah.
Pada pembukaan perdagangan Kamis pagi, nilai tukar rupiah tercatat melemah 21 poin atau 0,13 persen menjadi Rp16.609 per dolar AS, dibandingkan dengan penutupan sebelumnya di Rp16.588 per dolar AS.
Ke depan, perkembangan nilai tukar rupiah akan sangat bergantung pada berbagai faktor, termasuk kebijakan moneter The Fed, perkembangan ekonomi AS, dan sentimen pasar global. Para pelaku pasar perlu mencermati perkembangan tersebut untuk mengantisipasi fluktuasi nilai tukar rupiah.