Singapura Diminta Investasi di Hilirisasi Indonesia Jika Ingin Listrik Hijau
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, meminta Singapura untuk berinvestasi di sektor hilirisasi Indonesia sebagai syarat ekspor listrik hijau dari Indonesia ke Singapura.

Jakarta, 21 Februari 2024 - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia, Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa ekspor listrik hijau dari Indonesia ke Singapura harus didasari oleh prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan. Pernyataan ini disampaikan menyusul rencana ekspor listrik hijau yang sebelumnya diutarakan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Bahlil menekankan pentingnya investasi Singapura di sektor hilirisasi Indonesia sebagai imbalan atas pasokan listrik hijau. Menurutnya, kerja sama ini tidak bisa hanya menguntungkan satu pihak. "Dia (Singapura) harus melakukan investasi bareng, kan kita lagi dorong hilirisasi. Ya, dia juga melakukan investasi bareng, dong," tegas Bahlil saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta.
Permintaan investasi ini muncul sebagai respons atas usulan ekspor listrik hijau dari Indonesia ke Singapura, yang sebelumnya telah dibahas oleh kedua negara. Bahlil menegaskan bahwa Indonesia ingin berbagi sumber daya, namun hal ini harus didasari oleh prinsip keadilan dan keseimbangan ekonomi.
Investasi Timbal Balik: Syarat Ekspor Listrik Hijau
Lebih lanjut, Bahlil menjelaskan bahwa Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan agar kepentingan nasional diprioritaskan dalam setiap kebijakan, termasuk dalam hal ekspor listrik. Saat ini, tim Indonesia dan Singapura tengah bernegosiasi untuk merumuskan format kerja sama yang saling menguntungkan.
Bahlil menyatakan bahwa negosiasi masih berlangsung dan kedua belah pihak tengah mencari format terbaik. "Tim kami dengan tim dari pihak Singapura itu lagi berunding, lagi mencari formatnya yang baik," ujarnya.
Sebelumnya, Luhut Binsar Pandjaitan, saat masih menjabat sebagai Menko Marves, menyatakan kesiapan Indonesia untuk mengekspor listrik hijau sebesar 2-3 gigawatt ke Singapura. Luhut bahkan mengklaim telah menandatangani perjanjian kerja sama terkait hal ini.
Namun, Luhut juga menegaskan bahwa kesepakatan tersebut telah mempertimbangkan kebutuhan listrik dalam negeri, sehingga tidak akan membebani kelistrikan nasional Indonesia. Meskipun demikian, Bahlil tetap menekankan pentingnya investasi Singapura di hilirisasi Indonesia sebagai syarat ekspor listrik hijau.
Pertimbangan Kepentingan Nasional
Bahlil menegaskan kembali komitmen pemerintah untuk memprioritaskan kepentingan nasional. "Kita juga sangat memperhatikan kepentingan nasional kita," kata Luhut, menggarisbawahi pentingnya keseimbangan dalam kerja sama ini. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia berupaya untuk memastikan bahwa kerja sama ekspor listrik hijau tidak merugikan kepentingan nasional.
Pernyataan Bahlil ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia tidak hanya fokus pada aspek teknis ekspor listrik, tetapi juga mempertimbangkan aspek ekonomi dan investasi. Dengan meminta Singapura berinvestasi di hilirisasi, Indonesia berupaya untuk mendapatkan manfaat ekonomi yang lebih besar dari kerja sama ini dan memastikan bahwa kerja sama tersebut berkontribusi pada pembangunan ekonomi nasional.
Proses negosiasi yang masih berlangsung menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mencapai kesepakatan yang adil dan saling menguntungkan bagi kedua negara. Hal ini diharapkan dapat memperkuat hubungan bilateral Indonesia-Singapura dan mendorong kerja sama yang lebih luas di bidang energi terbarukan.
Ke depan, kerja sama ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi kerja sama energi hijau di kawasan ASEAN, yang menekankan pada prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan.