Subsidi Bunga Kredit Padat Karya: Dorong Pertumbuhan Industri dan Cegah PHK
OJK sambut positif subsidi bunga kredit padat karya pemerintah sebagai upaya mendorong pertumbuhan industri, mencegah PHK, dan meningkatkan akses pembiayaan bagi sektor padat karya.
Subsidi bunga kredit padat karya yang digulirkan pemerintah mendapat sambutan positif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Program ini diyakini mampu mendorong pertumbuhan industri di Indonesia dan mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK).
Pemerintah memberikan subsidi bunga untuk skema kredit investasi padat karya. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan akses pembiayaan bagi sektor-sektor padat karya dengan mengurangi beban biaya dana. Dengan biaya yang lebih murah, perusahaan-perusahaan padat karya bisa lebih leluasa meningkatkan kapasitas produksi, memperluas usaha, dan meningkatkan daya saing mereka di pasar.
"Pada akhirnya, ini dapat mendorong pertumbuhan industri di Indonesia dan sekaligus penyerapan tenaga kerja baru maupun mencegah terjadinya PHK" jelas Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (27/1).
OJK menilai program subsidi bunga ini sebagai langkah tepat untuk mendukung pertumbuhan kredit di sektor riil. Berbagai insentif pemerintah semacam ini dinilai penting untuk menggenjot perekonomian nasional.
Data OJK per November 2024 menunjukkan pertumbuhan kredit ke industri pengolahan masih positif, mencapai 8,68 persen year on year (yoy). Angka ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun, pertumbuhan penyaluran kredit ke industri padat karya cukup beragam. Industri makanan, minuman, dan tembakau misalnya, menunjukkan pertumbuhan tinggi karena permintaan kredit yang masih kuat. Sebaliknya, sektor tekstil dan pakaian jadi masih tumbuh lemah, meskipun ada sedikit peningkatan dibanding tahun lalu. Sektor konstruksi juga masih tergolong stagnan, meskipun sudah tumbuh positif.
Kredit konsumtif terkait sektor padat karya, seperti kredit kepemilikan rumah (KPR), masih cukup kuat dengan pertumbuhan 10,38 persen (yoy) pada November 2024. Namun, pertumbuhan ini didominasi oleh rumah tipe 22 ke atas, sementara rumah tipe 21 ke bawah mengalami penurunan, mengindikasikan melemahnya permintaan di segmen menengah ke bawah.
Pertumbuhan kredit tetap bergantung pada permintaan pasar. Faktor-faktor seperti kondisi ekonomi, kebijakan moneter global dan domestik, daya beli masyarakat, dan peluang pasar sangat memengaruhi permintaan kredit, terutama di sektor manufaktur.
Oleh karena itu, peningkatan industri di Indonesia tak hanya bergantung pada ketersediaan dana perbankan. Dukungan terhadap sumber daya manusia, infrastruktur yang memadai, kepastian hukum yang jelas, transparansi perizinan, dan kemudahan berinvestasi juga sangat krusial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.