Insentif Pajak Selamatkan Pekerja: Strategi Pemerintah Jaga Stabilitas Ketenagakerjaan
Pemerintah Indonesia memberikan berbagai insentif pajak untuk industri padat karya guna mencegah PHK massal dan menjaga stabilitas ketenagakerjaan, termasuk fasilitas tax allowance dan subsidi upah.

Pemerintah Indonesia gencar memberikan berbagai insentif pajak untuk melindungi industri padat karya dari ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Langkah ini diambil mengingat pentingnya sektor padat karya dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. Berbagai kebijakan telah diterapkan, mulai dari fasilitas tax allowance hingga subsidi upah, untuk menjaga keberlangsungan usaha dan kesejahteraan pekerja.
Kementerian Tenaga Kerja, dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR pada 6 Mei, menyatakan bahwa insentif-insentif tersebut terbukti efektif dalam membantu industri padat karya bertahan dan mencegah PHK. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk melindungi sektor padat karya yang berperan vital dalam perekonomian nasional. Kebijakan ini dirumuskan sejak awal 2025 dan diimplementasikan melalui berbagai peraturan, termasuk PMK 16 Tahun 2020 dan PMK 10/2025.
Insentif perpajakan ini diharapkan tidak hanya mencegah PHK, tetapi juga mendorong efisiensi dan peningkatan kesejahteraan karyawan. Dengan beban pajak yang berkurang, perusahaan dapat mengalokasikan dana lebih untuk pengembangan usaha dan peningkatan kesejahteraan karyawan. Sehingga, dampak positifnya akan dirasakan secara menyeluruh, baik oleh perusahaan maupun para pekerjanya.
Fasilitas Pajak untuk Industri Padat Karya
Paket kebijakan insentif untuk industri padat karya ini cukup komprehensif. Salah satu yang utama adalah fasilitas tax allowance. Wajib pajak yang menanam modal di industri padat karya tertentu berhak atas pengurangan penghasilan neto sebesar 60 persen dari jumlah penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud, termasuk tanah. Pengurangan ini diberikan selama enam tahun sejak mulai berproduksi atau 10 persen per tahun.
Syarat utama untuk mendapatkan fasilitas ini adalah terdaftar sebagai wajib pajak badan dalam negeri, menjalankan usaha utama yang tercakup dalam 45 bidang industri padat karya (sesuai lampiran PMK 16 Tahun 2020), dan mempekerjakan minimal 300 tenaga kerja Indonesia dalam satu tahun pajak. Dengan demikian, insentif ini benar-benar tertarget pada industri padat karya yang membutuhkan dukungan pemerintah.
Selain tax allowance, pemerintah juga memberikan dukungan pembiayaan berupa subsidi kredit untuk revitalisasi mesin industri. Total anggaran yang disiapkan mencapai Rp20 triliun. Subsidi ini diberikan untuk pinjaman di atas Rp500 juta hingga Rp10 miliar, dengan suku bunga/margin lebih rendah dari kredit komersial dan jangka waktu fleksibel (5-8 tahun).
Pemerintah juga memberikan insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk pekerja di sektor padat karya tertentu, seperti alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, serta kulit dan barang dari kulit (berdasarkan PMK 10 Tahun 2025). Insentif ini diberikan kepada pegawai dengan penghasilan bruto tidak lebih dari Rp10 juta per bulan atau Rp500.000 per hari.
Terakhir, pemerintah memberikan bantuan iuran jaminan kecelakaan kerja di BPJS Ketenagakerjaan sebesar 50 persen (sesuai PP 7/2025). Semua insentif ini dirancang untuk meringankan beban perusahaan dan menjaga stabilitas ketenagakerjaan.
Dampak Insentif dan Tantangan ke Depan
Insentif pajak ini diharapkan mampu meningkatkan efisiensi produksi melalui investasi pada mesin dan teknologi baru. Dengan biaya produksi yang lebih rendah, perusahaan dapat meningkatkan margin keuntungan tanpa harus mengurangi jumlah pekerja. Contohnya, industri tekstil yang mengadopsi mesin otomatis dapat meningkatkan produktivitas dan menekan biaya.
Insentif pajak juga mengurangi risiko PHK dengan mengurangi beban fiskal perusahaan. Perusahaan yang sebelumnya terancam PHK karena tekanan biaya, kini dapat mempertahankan pekerja berkat pengurangan beban pajak. Laporan Kuartal I 2025 Asosiasi Pertekstilan Indonesia menunjukkan penurunan tren PHK sebesar 15 persen berkat insentif PPh 21 DTP.
Namun, perlu diwaspadai potensi peningkatan otomatisasi dalam jangka panjang. Mesin yang lebih efisien berpotensi menggantikan pekerjaan manual. Oleh karena itu, pemerintah perlu menyiapkan program pelatihan dan peningkatan keterampilan untuk mengurangi risiko pengangguran struktural.
Penghematan pajak juga dapat dialokasikan untuk peningkatan keterampilan pekerja, sehingga produktivitas dan daya saing perusahaan meningkat. Ini merupakan langkah penting untuk memastikan keberlanjutan industri padat karya di masa mendatang.
Insentif di Negara Lain dan Implikasi Kebijakan
Beberapa negara lain juga menerapkan insentif serupa untuk industri padat karya. Bangladesh memberikan subsidi gaji selama pandemi COVID-19, Vietnam mengurangi pajak dan memberikan potongan PPN, sementara Jerman memberlakukan skema Kurzarbeit. Kebijakan Indonesia mirip dengan Kurzarbeit Jerman, meskipun skalanya masih terbatas.
Studi dari IMF (2020) dan World Bank (2021) menunjukkan efektivitas insentif pajak dan subsidi upah dalam mengurangi dampak krisis ekonomi terhadap pasar kerja. Studi Zylberberg et al. (2021) menekankan pentingnya prosedur klaim insentif yang sederhana dan mudah diakses, terutama di negara berkembang.
Paket kebijakan insentif ini merupakan langkah strategis pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi dan meminimalisir PHK. Dengan meningkatkan pendapatan pekerja dan belanja rumah tangga, diharapkan konsumsi domestik meningkat dan pertumbuhan ekonomi terjaga, bahkan di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Secara keseluruhan, kebijakan insentif pajak untuk industri padat karya merupakan upaya proaktif pemerintah dalam menjaga stabilitas ketenagakerjaan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, perlu evaluasi dan adaptasi berkelanjutan untuk memastikan efektivitas dan keberlanjutan kebijakan ini dalam jangka panjang.