Tantangan Pendidikan Tinggi Indonesia: Akses, Regulasi, dan Kesejahteraan Dosen
Sekjen Kemdiktisaintek ungkap sejumlah tantangan pendidikan tinggi Indonesia, meliputi akses, regulasi, pendanaan, dan kesejahteraan dosen, yang perlu segera dibenahi.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Togar M. Simatupang, baru-baru ini mengungkapkan sejumlah tantangan besar yang menghambat kemajuan pendidikan tinggi di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan dalam rapat evaluasi Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) bersama Komisi X DPR RI pada Rabu, 5 Maret 2024, yang diikuti secara daring. Berbagai aspek krusial dibahas, mulai dari aksesibilitas pendidikan hingga kesejahteraan dosen.
Salah satu tantangan utama yang diidentifikasi adalah akses pendidikan tinggi yang masih terbatas. Akses ini meliputi ketersediaan perguruan tinggi yang merata, biaya pendidikan yang terjangkau, mutu pendidikan yang terjamin, dan jaminan pekerjaan bagi lulusan. "Jumlah perguruan tinggi juga berbeda-beda, dan salah satu yang akan masuk evaluasi adalah perguruan tinggi kedinasan," ujar Togar.
Lebih lanjut, Togar menekankan perlunya evaluasi terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Ia menyoroti sejumlah poin penting yang perlu mendapatkan perhatian serius untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.
Regulasi yang Lebih Fleksibel
Dari aspek kelembagaan, Togar menyoroti perlunya regulasi yang lebih fleksibel terkait pendirian, perubahan, dan penutupan perguruan tinggi. Hal ini berlaku untuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH), dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS). "Perlu adanya peraturan untuk pendirian dan perubahan, termasuk perubahan bentuk, penutupan PTN ke PTN-BH, dan PTS ke PTN-BH," jelasnya.
Ia juga mengusulkan agar statuta PTN-BH ditetapkan melalui Peraturan Menteri (Permen), bukan peraturan pemerintah. Selain itu, Togar mendorong adanya peraturan yang mengatur perguruan tinggi asing di Indonesia untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam negeri. Regulasi yang jelas dan terukur diharapkan dapat menciptakan iklim pendidikan yang lebih kondusif dan kompetitif.
Lebih lanjut, Togar juga menekankan pentingnya regulasi yang mengatur kehadiran perguruan tinggi asing di Indonesia. Dengan regulasi yang tepat, diharapkan kehadiran perguruan tinggi asing dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan mutu pendidikan tinggi di Indonesia.
Pendanaan yang Seimbang
Masalah pendanaan juga menjadi sorotan penting. Togar mengungkapkan perlunya keseimbangan kontribusi antara pemerintah pusat dan daerah. Saat ini, pemerintah pusat mengalokasikan 20 persen belanja wajib atau mandatory spending, sementara pemerintah daerah belum memberikan kontribusi yang signifikan. "Ini salah satu penyebab mengapa PTN di setiap provinsi yang ingin unggul belum berkembang," ungkap Togar.
Ketidakseimbangan pendanaan ini berdampak langsung pada pengembangan PTN unggulan di setiap provinsi. Keterbatasan dana menyebabkan pengembangan infrastruktur, peningkatan kualitas dosen, dan peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan menjadi terhambat. Oleh karena itu, diperlukan sinergi yang lebih kuat antara pemerintah pusat dan daerah dalam mendanai pendidikan tinggi.
Kesejahteraan Dosen
Permasalahan terkait dosen juga menjadi fokus utama. Sistem jabatan akademik yang digabung dengan jabatan fungsional menciptakan tantangan baru, terutama bagi dosen berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). "Jabatan fungsional itu mudah, tetapi begitu digabung dengan akademik, dia memberikan kerumitan baru. Syarat dan prosedur kenaikan jabatan akademik masih membebani," papar Togar.
Perlakuan yang berbeda terhadap dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) dan non-ASN dalam hal penghasilan dan penelitian juga menjadi perhatian. Togar menyoroti kendala yang dihadapi dosen ASN dalam mengambil cuti panjang. Hal ini menunjukkan perlunya regulasi yang lebih adil dan memperhatikan kesejahteraan dosen secara menyeluruh.
Perbedaan perlakuan antara dosen ASN dan non-ASN juga menimbulkan ketidakadilan. Hal ini perlu mendapat perhatian serius agar tidak menimbulkan demotivasi dan menurunkan kualitas pendidikan. Regulasi yang lebih baik diperlukan untuk menciptakan kesetaraan dan kesejahteraan bagi seluruh dosen.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, Sekjen Kemendikbudristek Togar M. Simatupang menyoroti pentingnya regulasi yang lebih komprehensif dan berimbang untuk mengatasi tantangan dalam pendidikan tinggi Indonesia. Perbaikan akses, regulasi yang fleksibel, pendanaan yang seimbang, dan kesejahteraan dosen yang terjamin menjadi kunci untuk menciptakan pendidikan tinggi yang berkualitas dan berdaya saing global. Perbaikan ini memerlukan komitmen dan kerja sama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat dan daerah, perguruan tinggi, dan dosen.