Tantangan Penghapusan Piutang Macet UMKM: Restrukturisasi Jadi Kendala Utama
Menteri UMKM ungkap tantangan implementasi PP penghapusan piutang macet UMKM, terutama syarat restrukturisasi yang dinilai memberatkan dan baru terealisasi Rp486,10 miliar dari potensi Rp14,8 triliun.

Jakarta, 1 Mei 2025 - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, mengungkapkan sejumlah tantangan dalam menerapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang penghapusan piutang macet UMKM. Salah satu kendala terbesar adalah persyaratan restrukturisasi yang dinilai memberatkan bagi pelaku UMKM, khususnya mereka dengan nilai piutang kecil. Rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI pada Rabu (30/4) lalu menjadi forum pemaparan tantangan ini.
Maman menjelaskan bahwa restrukturisasi piutang macet UMKM hanya efektif untuk piutang dengan nilai besar. Untuk piutang kecil, biaya restrukturisasi justru bisa melebihi nilai utang itu sendiri. Hal ini menjadi hambatan signifikan dalam upaya pemerintah untuk membantu UMKM yang kesulitan keuangan. Data hingga 11 April 2025 menunjukkan realisasi penghapusan piutang macet UMKM baru mencapai angka yang jauh dari target.
Berdasarkan data tersebut, baru Rp486,10 miliar piutang macet yang berhasil dihapuskan, dan hanya 19.375 debitur yang terbantu. Angka ini sangat kecil jika dibandingkan dengan potensi penghapusan piutang macet yang mencapai Rp14,8 triliun untuk 1.097.155 debitur. Perbedaan signifikan antara realisasi dan potensi ini menunjukkan perlunya evaluasi dan solusi atas kendala yang dihadapi.
Restrukturisasi: Hambatan Utama Penghapusan Piutang Macet
Maman Abdurrahman menyatakan, "Dengan syarat restrukturisasi, hanya 67.668 debitur dengan total nilai piutang sebesar Rp2,7 triliun yang dapat dilakukan hapus tagih, dari potensi 1.097.155 debitur dengan total nilai piutang Rp14,8 triliun." Pernyataan ini menggarisbawahi besarnya dampak persyaratan restrukturisasi terhadap program penghapusan piutang macet UMKM.
Persyaratan restrukturisasi ini diatur dalam PP Nomor 47 Tahun 2024 dan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) Tahun 2023. Namun, aturan tersebut dinilai kurang efektif dalam membantu UMKM dengan piutang macet bernilai kecil. Kebijakan ini membutuhkan peninjauan ulang untuk memastikan efektivitasnya dalam mencapai tujuan utama program.
Sebagai solusi, Menteri Maman mengapresiasi hadirnya UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN yang tidak mensyaratkan restrukturisasi untuk penghapusan piutang macet UMKM. Hal ini dinilai berpotensi memaksimalkan penghapusan piutang macet tersebut. "Tidak terdapatnya syarat restrukturisasi, dapat memaksimalkan potensi hapus tagih piutang UMKM sebesar 1.097.155 debitur dengan nilai piutang Rp14,8 triliun," tegas Maman.
Perlu Aturan Turunan dan Koordinasi Antar Lembaga
Meskipun UU Nomor 1 Tahun 2025 menawarkan solusi, Maman menekankan perlunya aturan turunan dalam bentuk Peraturan Menteri BUMN. Aturan ini akan mengatur mekanisme persetujuan dari Danantara, lembaga yang berwenang dalam proses penghapusan piutang. Kejelasan mekanisme ini sangat penting untuk mempercepat proses penghapusan piutang macet UMKM.
Selain itu, pergantian direksi di bank-bank Himbara, khususnya BRI, pasca-RUPS juga perlu mendapat perhatian. Maman menyoroti pentingnya percepatan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bagi jajaran direksi baru agar proses penghapusan piutang dapat berjalan lancar dan efektif. Koordinasi yang baik antar lembaga menjadi kunci keberhasilan program ini.
Secara keseluruhan, tantangan dalam implementasi PP Nomor 47 Tahun 2024 terkait penghapusan piutang macet UMKM cukup kompleks. Persyaratan restrukturisasi, perlunya aturan turunan, dan koordinasi antar lembaga menjadi faktor kunci yang perlu diperhatikan untuk memastikan keberhasilan program dan memberikan dampak positif bagi UMKM di Indonesia.
Ke depannya, diharapkan pemerintah dapat segera menyelesaikan kendala-kendala tersebut agar program penghapusan piutang macet UMKM dapat berjalan efektif dan memberikan manfaat yang maksimal bagi para pelaku UMKM.