Tellasan Katopa': Tradisi Lebaran Ketupat Khas Madura yang Masih Lestari
Masyarakat Madura tetap melestarikan tradisi Tellasan Katopa', perayaan ketupat khas pasca-Lebaran yang kaya akan nilai sosial dan budaya, sekaligus menjadi daya tarik wisata.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Di Dusun Petang, Desa Lancar, Pamekasan, Madura, perempuan-perempuan setempat merayakan tradisi Tellasan Katopa', atau Lebaran Ketupat, pada Senin, 7 April 2025, sepekan setelah Idul Fitri. Tradisi ini dilestarikan sebagai perayaan gembira pasca-puasa Syawal dan sebagai ajang mempererat tali silaturahmi antar keluarga dan masyarakat. Mereka membuat dan membagikan ketupat, makanan khas yang disandingkan dengan soto ayam atau opor, sebagai simbol kebersamaan dan syukur.
Perempuan-perempuan Madura dengan cekatan menganyam daun kelapa atau siwalan untuk membuat selongsong ketupat, jauh sebelum hari H. Kegiatan ini dilakukan secara bersama-sama, menciptakan suasana hangat dan penuh canda tanpa ghibah. Keluarga yang anggota keluarganya merantau biasanya mempersiapkan ketupat lebih awal karena anggota keluarga tersebut akan kembali bekerja lebih cepat.
Tradisi Tellasan Katopa' merupakan warisan budaya turun-temurun yang telah berlangsung selama ratusan tahun, bahkan mungkin lebih dari 500 tahun. Tradisi ini menunjukkan kekayaan budaya Madura yang tetap lestari di tengah modernisasi, sekaligus menjadi bukti kuatnya masyarakat Madura dalam memegang teguh ajaran agama Islam dan tradisi lokalnya.
Mengenal Lebih Dekat Tradisi Tellasan Katopa'
Tellasan Katopa', yang berarti 'hari raya ketupat' dalam bahasa Madura, merupakan tradisi unik yang hanya ada di Pulau Madura. Perempuan-perempuan Madura biasanya membuat selongsong ketupat sehari sebelum perayaan dan memasaknya pada malam hari. Pada hari H, mereka melakukan ter-ater, tradisi saling berbagi ketupat kepada tetangga dan kerabat. Ketupat di Madura biasanya disajikan dengan soto ayam, meskipun kini pengaruh modernisasi juga membawa masuk opor ayam sebagai pelengkap.
Tidak hanya ketupat dari daun kelapa atau siwalan, masyarakat Madura juga membuat lontong dari daun pisang sebagai alternatif. Sementara para perempuan sibuk membuat ketupat, para laki-laki berkumpul menikmati kopi dan jajanan. Suasana hangat dan penuh keakraban mewarnai perayaan ini, mencerminkan nilai-nilai sosial yang kuat dalam masyarakat Madura.
Meskipun Tellasan Katopa' bukan bagian dari ajaran agama Islam secara langsung, tradisi ini menjadi simbol kebersamaan dan perayaan atas keberhasilan menjalankan ibadah puasa sunah Syawal selama enam hari. Tradisi ini terbuka untuk semua orang, tanpa memandang apakah mereka ikut berpuasa sunah atau tidak.
Nilai Sosial dan Budaya Tellasan Katopa'
Tellasan Katopa' memiliki nilai sosial yang tinggi karena menekankan pentingnya berbagi dan mempererat tali silaturahmi. Tradisi saling mengunjungi dan berbagi makanan tidak hanya terjadi pada hari Idul Fitri, tetapi berlanjut hingga Tellasan Katopa', yang juga dikenal sebagai Tellasan Petto' (tujuh) karena jatuh pada hari ketujuh setelah Idul Fitri.
Tradisi ini juga menjadi pengikat rindu bagi warga Madura yang merantau. Mereka sering menunggu hingga Tellasan Katopa' selesai sebelum kembali ke tempat perantauan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya tradisi ini dalam kehidupan sosial masyarakat Madura.
Beberapa cerita menyebutkan bahwa tradisi ketupat mungkin berasal dari Sunan Bonang, salah satu Wali Songo, yang mengajarkan makna laku papat (empat laku) dalam ketupat: lebar (selesai puasa), lebur (hapus dosa), luber (limpah pahala), dan labur (suci). Namun, masyarakat Madura mengadaptasi tradisi ini ke dalam konteks perayaan pasca-puasa Syawal.
Potensi Wisata dari Tellasan Katopa'
Tellasan Katopa' merupakan kekayaan budaya Madura yang berpotensi besar sebagai objek wisata. Pemerintah Kabupaten Sumenep telah sukses menggelar Festival Ketupat, menampilkan berbagai kreasi ketupat unik seperti katopa' jheren (ketupat kuda), katopa' toju' (ketupat duduk), dan katopa' jhuko' (ketupat ikan). Festival ini menarik wisatawan dan mengangkat nilai budaya lokal.
Pemerintah daerah lain di Madura dapat mencontoh Sumenep dengan menyelenggarakan festival serupa, baik secara mandiri maupun kolaboratif. Hal ini akan memperkaya destinasi wisata Madura dan meningkatkan perekonomian daerah. Tellasan Katopa' bukan hanya tradisi lokal, tetapi juga aset wisata yang perlu dikembangkan.
Tellasan Katopa' merupakan warisan budaya yang berharga bagi masyarakat Madura. Tradisi ini tidak hanya sekadar perayaan, tetapi juga perekat sosial dan budaya yang perlu dilestarikan untuk generasi mendatang. Dengan pengelolaan yang tepat, Tellasan Katopa' dapat menjadi daya tarik wisata yang unik dan memperkaya khazanah budaya Indonesia.