Terungkap! Eks Ketua KONI Makassar Dituntut 6 Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi KONI Makassar
Jaksa menuntut bervariasi lima terdakwa kasus korupsi KONI Makassar, dengan eks Ketua dituntut 6 tahun penjara dan wajib bayar uang pengganti miliaran rupiah. Apa modusnya?

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Makassar telah mengajukan tuntutan bervariasi terhadap lima terdakwa dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Makassar. Sidang lanjutan pembacaan tuntutan ini berlangsung di Pengadilan Negeri Kelas I Makassar, Sulawesi Selatan, baru-baru ini.
Kasus ini mencuat setelah penyidik Kejaksaan Negeri Makassar mengungkap adanya penyalahgunaan dana hibah KONI Kota Makassar untuk periode tahun anggaran 2022 hingga 2023. Dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kota Makassar mencapai total Rp66 miliar, yang seharusnya digunakan untuk peningkatan kualitas olahraga di kota tersebut.
Modus operandi yang terungkap melibatkan manipulasi data Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) agar tidak terdeteksi, kemudian dana tersebut dicairkan dan dipergunakan tidak sesuai peruntukannya. Akibat tindakan ini, negara mengalami kerugian keuangan yang signifikan, mencapai lebih dari Rp5,8 miliar.
Tuntutan Bervariasi untuk Para Terdakwa
Dalam persidangan, JPU Ahmad Yani merinci tuntutan untuk setiap terdakwa. Mantan Ketua KONI Makassar, Ahmad Susanto, menghadapi tuntutan pidana penjara selama enam tahun. Selain itu, ia juga dituntut membayar denda sebesar Rp100 juta, dengan subsider tiga bulan penjara jika tidak mampu membayar.
Tidak hanya itu, Ahmad Susanto juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp4,63 miliar lebih. Jika uang pengganti tidak dibayarkan dalam waktu satu bulan setelah putusan, harta bendanya akan dilelang. Apabila harta benda tidak mencukupi untuk menutupi denda, maka akan diganti dengan kurungan penjara selama tiga tahun.
Empat terdakwa lainnya, yaitu Muh Taufiq selaku Sekretaris Umum KONI Makassar, Ratno Nur Suryadi sebagai Kepala Sekretariat KONI Makassar, serta Hasrul Hasbi dan Jatri Utara selaku Event Organizer (EO) atau vendor pihak ketiga, masing-masing dituntut pidana penjara satu tahun tiga bulan. Mereka juga dituntut denda sebesar Rp50 juta, dengan subsider tiga bulan pidana penjara.
Khusus untuk terdakwa Ratno Nur Suryadi, JPU juga menuntut uang pengganti sebesar Rp207,6 juta, dengan subsider sembilan bulan pidana penjara jika tidak dibayarkan. Tuntutan bervariasi ini mencerminkan peran dan tingkat keterlibatan masing-masing terdakwa dalam kasus korupsi KONI Makassar.
Modus Operandi dan Kerugian Negara
Penyelidikan Kejaksaan Negeri Makassar menemukan bahwa dana hibah KONI Kota Makassar yang disalahgunakan berasal dari APBD Pokok 2022 sebesar Rp20 miliar lebih dan APBD Perubahan sebesar Rp11 miliar lebih. Pada tahun 2023, KONI Makassar kembali menerima anggaran sebesar Rp35 miliar.
Modus utama yang digunakan oleh ketiga terdakwa pengurus KONI Makassar adalah memanipulasi data anggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA). Manipulasi ini dilakukan untuk menyembunyikan penyelewengan dana, yang kemudian dicairkan dan digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya.
Dana hibah ini seharusnya dicairkan berdasarkan nomenklatur postur anggaran APBD Makassar dengan tujuan meningkatkan kualitas olahraga di Kota Makassar. Namun, penyalahgunaan ini mengakibatkan kerugian keuangan negara yang sangat besar, mencapai lebih dari Rp5,8 miliar. Kasus korupsi KONI Makassar ini menjadi sorotan serius terkait transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana publik.