Tokoh Masyarakat Kunci Redam Konflik di Maluku, Kata Sosiolog
Sosiolog Universitas Pattimura Ambon, Dr. Paulus Koritelu, menekankan peran penting tokoh masyarakat, adat, dan agama dalam menyelesaikan konflik di Maluku, yang kian tergerus oleh dinamika politik dan ekonomi.

Ambon, 15 April 2024 (ANTARA) - Provinsi Maluku kembali menjadi sorotan menyusul munculnya beberapa konflik di berbagai wilayah. Namun, sosiolog Universitas Pattimura Ambon, Dr. Paulus Koritelu, menawarkan solusi yang mengedepankan peran penting tokoh masyarakat lokal dalam meredam potensi konflik yang membayangi daerah tersebut. Beliau menekankan bahwa tokoh adat, agama, dan masyarakat di tingkat desa memegang peranan krusial dalam penyelesaian konflik yang terjadi.
Menurut Dr. Koritelu, kehadiran tokoh-tokoh yang dihormati secara kultural dan religius terbukti efektif dalam manajemen konflik. Hal ini sejalan dengan pendekatan Lewis Coser, yang melihat peran penting figur berpengaruh dalam meredakan ketegangan sosial. Para tokoh ini, yang seringkali mendapat mandat adat dari leluhur, memiliki wibawa dan kepercayaan yang tinggi di mata masyarakat.
Namun, Dr. Koritelu menyoroti adanya pelemahan struktural peran tokoh-tokoh tersebut. Ia menunjuk Undang-Undang Desa nomor 5 tahun 1979 yang kemudian dicabut dan digantikan oleh Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai salah satu faktor penyebabnya. Undang-undang tersebut, menurutnya, telah menggeser dinamika politik dan menyebabkan tokoh adat terpinggirkan.
Peran Tokoh Adat yang Kian Terkikis
Lebih lanjut, Dr. Koritelu menjelaskan bahwa dengan bergesernya kekuasaan dan pengaruh ekonomi ke pihak-pihak tertentu, wibawa tokoh adat semakin terkikis. "Tokoh adat, yang dulunya menjadi rujukan utama masyarakat, kini seringkali dikesampingkan. Masyarakat cenderung lebih mendengarkan mereka yang memiliki kekayaan dan posisi politik," ungkap Dr. Koritelu. Kondisi ini, menurutnya, membuat peran tokoh adat dalam menyelesaikan konflik menjadi kurang efektif.
Ia mencontohkan, dalam konflik yang terjadi di berbagai daerah seperti Tial, Seram, dan Kailolo, pemerintah seringkali menurunkan pejabat tinggi seperti gubernur untuk mendamaikan konflik. Padahal, menurut Dr. Koritelu, intervensi dari tokoh adat setempat akan jauh lebih efektif dan efisien, baik dari segi biaya maupun waktu.
Dr. Koritelu menegaskan bahwa peran tokoh adat dalam meredam konflik tidak bisa diabaikan. Mereka memiliki pemahaman mendalam tentang budaya dan kearifan lokal yang sangat relevan dalam menyelesaikan permasalahan di tingkat akar rumput. Pengalaman dan kearifan lokal mereka menjadi modal berharga dalam menciptakan perdamaian.
Pemerintah Diminta Merangkul Tokoh Adat
Oleh karena itu, Dr. Koritelu merekomendasikan agar pemerintah secara aktif merangkul para tokoh adat dan tokoh masyarakat. Mereka harus dilibatkan sebagai agen perdamaian sosial untuk mencegah dan meredam potensi konflik yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Dengan melibatkan mereka, pemerintah dapat memanfaatkan kearifan lokal dan mengurangi potensi konflik yang dapat mengganggu stabilitas daerah.
Dengan demikian, peran aktif tokoh masyarakat, adat, dan agama tidak hanya penting, tetapi juga krusial dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di Maluku. Pemerintah perlu menyadari hal ini dan mengambil langkah-langkah konkret untuk mendukung dan memberdayakan mereka agar dapat menjalankan peran tersebut secara efektif.
Mengoptimalkan peran tokoh-tokoh tersebut bukan hanya akan menciptakan solusi yang lebih efektif dan berkelanjutan, tetapi juga akan memperkuat rasa kebersamaan dan persatuan di tengah masyarakat Maluku. Hal ini akan menciptakan iklim yang kondusif bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Kesimpulannya, pemberdayaan tokoh masyarakat, adat, dan agama menjadi kunci utama dalam menciptakan perdamaian yang berkelanjutan di Maluku. Kerjasama yang erat antara pemerintah dan tokoh-tokoh tersebut sangat penting untuk mencegah dan menyelesaikan konflik secara efektif dan efisien.