Membangun Papua: Harapan Baru dari Pendekatan Adat dan Kebudayaan
Mantan anggota DPD RI, Mervin Komber, mendorong pendekatan pembangunan Papua berbasis adat dan budaya, mengharapkan Presiden Prabowo Subianto dapat merealisasikannya untuk mengatasi ketimpangan dan konflik.

Artikel ini membahas pembangunan Papua dengan pendekatan adat dan budaya, merespon berbagai tantangan pembangunan di masa lalu. Penulis, Dr. Ir. Mervin Komber, mantan anggota DPD RI, menguraikan sejarah pendekatan pembangunan Papua dari berbagai presiden, menekankan pentingnya menghormati kearifan lokal dan sistem adat dalam pembangunan berkelanjutan. Ia juga menyampaikan harapannya kepada Presiden Prabowo Subianto untuk menerapkan pendekatan ini guna menciptakan kesejahteraan dan perdamaian di Tanah Papua.
Papua, dengan keanekaragaman hayati dan budaya yang luar biasa, telah menarik perhatian berbagai pihak. Namun, pembangunan di Papua selama ini menghadapi berbagai tantangan, termasuk konflik, ketimpangan, dan pelanggaran HAM. Menurut Dr. Komber, pendekatan pembangunan sebelumnya seringkali mengabaikan aspek budaya dan kearifan lokal, yang justru menjadi akar permasalahan. Oleh karena itu, ia mendorong pendekatan pembangunan yang berbasis adat dan budaya sebagai solusi yang lebih berkelanjutan.
Penulis menjabarkan sejarah pendekatan pembangunan Papua dari masa Presiden Sukarno hingga Jokowi, mencatat berbagai strategi yang diterapkan, mulai dari pendekatan keamanan hingga dialog dan otonomi khusus. Meskipun terdapat upaya-upaya positif, Dr. Komber berpendapat bahwa pendekatan yang berpusat pada kearifan lokal dan adat istiadat masyarakat Papua masih kurang optimal. Ia menekankan pentingnya memahami relasi intim antara manusia dan alam dalam budaya Papua, yang seringkali terabaikan dalam pembangunan yang berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam.
Sejarah Pembangunan Papua dan Pendekatan Kebudayaan
Sejak awal, pembangunan di Papua telah diwarnai berbagai pendekatan, mulai dari pendekatan keamanan di era Presiden Suharto hingga pendekatan dialog dan kultural di era Presiden Habibie dan Gus Dur. Presiden Megawati kemudian menerbitkan UU Otonomi Khusus Papua, yang memberikan kewenangan lebih kepada pemerintah daerah. Presiden SBY dan Jokowi melanjutkan pembangunan infrastruktur untuk membuka aksesibilitas dan mengurangi kesenjangan. Namun, Dr. Komber berpendapat bahwa pendekatan-pendekatan tersebut belum sepenuhnya berhasil mengatasi akar permasalahan di Papua.
Penulis menyoroti pentingnya pemetaan partisipatif wilayah adat, insentif bagi pembangunan berbasis kearifan lokal, dan pendidikan multikultural bagi perencana pembangunan, sebagaimana direkomendasikan oleh CIFOR. Ia juga menekankan filosofi masyarakat Papua yang hidup selaras dengan alam, dan bagaimana model ekonomi adat mampu meningkatkan ketahanan pangan dan mengurangi ketimpangan, seperti yang ditunjukkan oleh studi World Development.
Lebih lanjut, Dr. Komber menjelaskan bahwa pembangunan berbasis adat harus menempatkan manusia dan alam sebagai subjek utama, bukan sebagai objek eksploitasi. Perusakan alam justru dianggap sebagai upaya sistematis untuk menghilangkan identitas orang Papua. Oleh karena itu, pembangunan harus mempertimbangkan aspek budaya dan kearifan lokal yang menghormati alam dan manusia di dalamnya.
Pendekatan Adat sebagai Solusi Berkelanjutan
Penulis menggarisbawahi bahwa berbagai peraturan yang dibuat untuk Papua, seperti UU Otonomi Khusus, didasarkan pada semangat adat dan kebudayaan. Penelitian Siahaya et al (2016) menunjukkan bahwa pendekatan pembangunan berbasis adat menekankan partisipasi masyarakat adat dalam perencanaan dan evaluasi, integrasi sistem pengetahuan lokal dengan teknologi modern, dan pengakuan hak ulayat. Penelitian LIPI (sekarang BRIN) pada 2009 mengidentifikasi empat akar masalah di Papua: sejarah dan status politik integrasi, kekerasan dan pelanggaran HAM, diskriminasi dan marjinalisasi, serta kegagalan pembangunan di sektor pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
Dr. Komber berpendapat bahwa pendekatan pembangunan berbasis adat dan kebudayaan merupakan solusi berkelanjutan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Pendekatan ini akan melibatkan masyarakat adat dalam setiap tahapan pembangunan, memperkuat kelembagaan adat, dan mengembangkan sistem pertanian dan kesehatan berbasis adat. Hal ini akan menciptakan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, serta menghormati kearifan lokal dan hak-hak masyarakat adat.
Ia juga menyoroti pentingnya peran Majelis Rakyat Papua (MRP), Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten dalam pembangunan berbasis adat. Dengan melibatkan lembaga-lembaga ini, pembangunan akan lebih responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat Papua.
Harapan kepada Presiden Prabowo
Penulis menyampaikan harapannya kepada Presiden Prabowo Subianto untuk menerapkan pendekatan pembangunan berbasis adat dan kebudayaan di Papua. Ia menekankan bahwa pembangunan di Papua tidak bisa dipisahkan dari kearifan lokal, sistem adat, dan kebudayaan masyarakat asli. Dengan pengalaman Prabowo dalam memimpin operasi pembebasan sandera di Papua, diharapkan ia dapat memahami kondisi obyektif di Tanah Papua dan menerapkan kebijakan yang tepat.
Dr. Komber menyarankan agar pemerintah pusat menunjuk utusan khusus yang memahami kondisi Papua dan mampu mengorkestrasi pembangunan berbasis adat bersama lembaga-lembaga adat yang telah ada. Hal ini diharapkan dapat menciptakan kesejahteraan dan perdamaian yang berkelanjutan di Tanah Papua tanpa perlu membentuk lembaga baru seperti UP4B atau UKP Otsus.
Kesimpulannya, membangun Papua membutuhkan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan, yang menghormati kearifan lokal dan sistem adat masyarakat Papua. Pendekatan berbasis adat dan budaya, dengan melibatkan aktif masyarakat adat dan lembaga-lembaga adat, diharapkan dapat menciptakan kesejahteraan dan perdamaian yang berkelanjutan di Tanah Papua.