Toleransi Madrasah Jembrana: Cara Unik MIN 4 Ajarkan Nilai Kebersamaan Lewat Wayang Kardus dan Budaya Ngejot
Madrasah di Jembrana, Bali, memiliki cara unik mengajarkan toleransi kepada siswanya. Melalui pementasan wayang kardus, nilai kebersamaan dan budaya 'ngejot' dilestarikan di MIN 4 Jembrana.

Jembrana, Bali – Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 4 Jembrana, Bali, menunjukkan inovasi dalam menanamkan nilai-nilai luhur kepada para siswanya. Selama Masa Ta'aruf Siswa Madrasah (Matsama), madrasah ini memilih pendekatan unik untuk mengajarkan toleransi, yaitu melalui pementasan wayang yang terbuat dari kardus.
Inisiatif ini tidak hanya bertujuan untuk menarik minat para murid, tetapi juga sebagai sarana efektif dalam menyampaikan pesan-pesan moral dan kebersamaan. Kepala MIN 4 Jembrana, Sumarwan, menegaskan bahwa momentum Matsama sangat tepat untuk menanamkan nilai-nilai toleransi dan kebersamaan, mengingat kekayaan budaya Indonesia termasuk wayang yang memiliki fungsi edukatif sejak dahulu.
Pendekatan ini diharapkan dapat membentuk karakter siswa yang menghargai perbedaan sejak dini. Dengan demikian, MIN 4 Jembrana tidak hanya fokus pada pendidikan agama, tetapi juga pada pembentukan pribadi yang toleran dan adaptif terhadap keberagaman sosial di Indonesia, khususnya di Bali.
Inovasi Pembelajaran Toleransi Madrasah Jembrana Melalui Wayang Kardus
Khaerul Umam Al Maududy, seorang guru di MIN 4 Jembrana yang juga penggagas, pembuat, dan dalang pementasan wayang ini, menjelaskan konsep di balik wayang kardus buatannya. Berbeda dengan wayang kulit tradisional yang dikenal dengan tokoh-tokoh epos Mahabharata atau Ramayana, wayang ini dibuat dari kardus dengan sosok dan karakter yang lebih modern.
Menurut Khaerul Umam, yang juga seorang penulis komik dan cerita anak, wayang hanyalah media untuk menarik perhatian siswa. Melalui media ini, pesan-pesan moral dapat disampaikan dengan cara yang lebih menyenangkan dan mudah dicerna oleh anak-anak.
Cerita yang diangkat dalam pementasan wayang kardus ini sangat sederhana, berpusat pada kisah dua sahabat yang memiliki latar belakang suku dan agama berbeda. Kisah ini menyoroti bagaimana keduanya saling menghargai, membantu, dan menunjukkan sikap toleransi dalam kehidupan sehari-hari.
Melestarikan Budaya Lokal dan Memperkuat Toleransi Antar Umat Beragama
Salah satu nilai budaya yang ditekankan dalam pementasan wayang ini adalah tradisi "ngejot" yang ada di Bali. "Ngejot" adalah praktik saling mengantar makanan antar tetangga atau kerabat saat merayakan hari raya masing-masing, tanpa memandang perbedaan agama atau suku.
Sumarwan menyoroti pentingnya melestarikan budaya "ngejot" yang menurutnya mulai luntur. Padahal, tradisi ini merupakan simbol ikatan toleransi yang kuat dengan prinsip saling menghargai yang telah lama hidup di masyarakat Bali.
Dengan mengajarkan kembali praktik "ngejot" melalui wayang kardus, MIN 4 Jembrana berupaya menanamkan pemahaman bahwa toleransi bukan hanya konsep teoritis, melainkan juga praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari. Ini menunjukkan komitmen madrasah dalam mengintegrasikan nilai-nilai lokal dengan pendidikan karakter.
Kurikulum Berbasis Cinta: Fondasi Modernisme Beragama di Madrasah
Inisiatif MIN 4 Jembrana ini selaras dengan visi Kementerian Agama (Kemenag) terkait modernisme beragama di lingkungan madrasah. Kepala Seksi Pendidikan Islam Kantor Kementerian Agama Jembrana, Hendra Sidratul Azis Islam, menyatakan bahwa modernisme beragama merupakan salah satu program utama Kemenag.
Secara formal, perilaku toleransi dan saling menghargai dalam konteks hubungan antar manusia telah diintegrasikan dalam kerangka "Kurikulum Berbasis Cinta" yang dicanangkan Kemenag. Kurikulum ini bertujuan untuk membentuk siswa yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki empati dan kepedulian sosial yang tinggi.
Hendra Sidratul Azis Islam menambahkan bahwa Menteri Agama telah menginstruksikan seluruh madrasah untuk menerapkan Kurikulum Berbasis Cinta ini. Kurikulum tersebut menekankan pada perilaku guru dan murid yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan terhadap sesama, menjadikan toleransi sebagai bagian integral dari proses belajar mengajar di madrasah.