Transaksi QRIS di Mahulu Tembus 589 Persen, Tertinggi di Kaltim!
Kabupaten Mahulu mencatatkan kenaikan tertinggi penggunaan QRIS di Kalimantan Timur sepanjang 2024, mencapai 589 persen, meskipun secara nominal masih terkecil.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Transaksi non-tunai menggunakan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) di Kabupaten Mahulu, Kalimantan Timur, mengalami kenaikan fantastis sebesar 589 persen sepanjang tahun 2024. Data ini disampaikan oleh Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Kaltim, Budi Widihartanto, di Samarinda pada Minggu, 2 Februari 2024. Kenaikan ini menjadikan Mahulu sebagai daerah dengan pertumbuhan transaksi QRIS tertinggi di Kaltim. Meskipun nominal transaksi masih tergolong kecil dibandingkan daerah lain, peningkatan signifikan ini menunjukkan adopsi QRIS yang masif di wilayah perbatasan Malaysia tersebut.
Pertumbuhan pesat transaksi QRIS di Mahulu menunjukkan tren positif dalam adopsi sistem pembayaran digital di daerah tersebut. Hal ini kemungkinan didorong oleh berbagai faktor, termasuk peningkatan literasi digital, kemudahan penggunaan QRIS, dan dukungan dari berbagai pihak terkait. Pemerintah daerah dan Bank Indonesia tentunya perlu terus mendorong dan mendukung perkembangan ini agar inklusi keuangan di Mahulu semakin meningkat.
Meskipun jumlah penduduk Mahulu yang relatif sedikit (39.319 jiwa pada 2024) menjadi faktor penyebab nominal transaksi QRIS masih kecil, persentase kenaikan yang sangat tinggi tetap menjadi indikator penting. Ini menunjukkan potensi besar yang dimiliki Mahulu dalam pengembangan ekonomi digital, dan perlu menjadi perhatian bagi pemerintah dan stakeholder terkait untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif di daerah tersebut.
Pertumbuhan Transaksi QRIS di Kaltim
Secara rinci, transaksi QRIS di Mahulu pada tahun 2023 tercatat sebesar Rp2,51 miliar. Namun, angka ini melonjak drastis menjadi Rp14,8 miliar di tahun 2024. Total pembayaran non-tunai di Mahulu pada 2024 mencapai Rp14,9 miliar, yang terdiri dari Rp14,8 miliar transaksi QRIS dan Rp100 juta transaksi uang elektronik (UE). Menariknya, transaksi menggunakan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) justru mengalami penurunan sebesar 36 persen, menjadi Rp94 miliar.
Di luar Mahulu, beberapa daerah lain di Kaltim juga menunjukan pertumbuhan transaksi QRIS yang signifikan. Di Samarinda, misalnya, transaksi QRIS naik 326 persen menjadi Rp3,8 triliun pada 2024. Kota Bontang mencatatkan kenaikan 256 persen dengan total transaksi Rp574 miliar. Kenaikan serupa juga terlihat di Kabupaten Kutai Kartanegara (326 persen), Berau (207 persen), Kutai Barat (301 persen), dan Kutai Timur (315 persen).
Data ini menunjukkan tren positif penggunaan QRIS di berbagai daerah di Kaltim. Namun, perlu diingat bahwa pertumbuhan ini tidak merata di semua daerah. Perbedaan jumlah penduduk dan tingkat literasi digital kemungkinan menjadi faktor yang mempengaruhi perbedaan pertumbuhan transaksi QRIS antar daerah.
Distribusi Wilayah Kerja Bank Indonesia
Budi Widihartanto menjelaskan bahwa dari sepuluh kabupaten/kota di Kaltim, tujuh berada di bawah wilayah kerja KPw BI Kaltim. Tujuh daerah tersebut adalah Kota Samarinda, Bontang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Berau, Kutai Barat, dan Mahulu. Sementara itu, tiga daerah lainnya, yaitu Kota Balikpapan, Kabupaten Paser, dan Penajam Paser Utara (PPU), berada di bawah wilayah kerja KPw BI Balikpapan.
Pembagian wilayah kerja ini penting untuk memahami cakupan data dan strategi pengembangan transaksi non-tunai di Kaltim. KPw BI Kaltim dan KPw BI Balikpapan memiliki peran penting dalam mendorong dan mengawasi perkembangan transaksi non-tunai di masing-masing wilayah kerjanya.
Dengan adanya data yang rinci ini, diharapkan dapat menjadi acuan bagi pemerintah dan stakeholder terkait dalam merumuskan kebijakan dan strategi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital yang lebih inklusif di Kalimantan Timur.
Secara keseluruhan, data transaksi QRIS di Kaltim menunjukkan tren positif dalam adopsi sistem pembayaran digital. Namun, perlu upaya berkelanjutan untuk memastikan pemerataan akses dan pemanfaatan teknologi digital di seluruh daerah di Kaltim, khususnya di daerah dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit seperti Mahulu. Peningkatan literasi digital dan dukungan infrastruktur yang memadai menjadi kunci keberhasilan dalam mendorong inklusi keuangan di daerah-daerah tersebut.