Trump Incar Pelucutan Total Program Nuklir Iran: Perundingan Tegang Berlanjut
Presiden AS Donald Trump menuntut pelucutan total program nuklir Iran, sementara perundingan AS-Iran mengalami penundaan, meningkatkan ketegangan geopolitik.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Minggu, 4 Mei 2023, menegaskan tuntutannya untuk 'pelucutan total' program nuklir Iran. Pernyataan tegas ini disampaikan di tengah serangkaian perundingan yang alot antara AS dan Iran terkait program nuklir Teheran. Pernyataan Trump ini menimbulkan pertanyaan besar tentang masa depan perundingan dan implikasi geopolitiknya bagi kawasan Timur Tengah.
Trump berpendapat bahwa program nuklir Iran, meskipun disebut sebagai program energi sipil, berpotensi mengarah pada pengembangan senjata nuklir. "Energi sipil, begitulah namanya (program nuklir Iran). Namun, Anda tahu, energi sipil sering kali mengarah pada perang militer. Dan kami tidak ingin mereka memiliki senjata nuklir. Ini adalah kesepakatan yang sangat sederhana. Pelucutan total - itulah yang kami inginkan," tegas Trump. Pernyataan ini menekankan sikap keras AS terhadap program nuklir Iran.
Lebih lanjut, Trump menyatakan bahwa Iran sebenarnya tidak membutuhkan program nuklir sipil karena negara tersebut memiliki cadangan minyak bumi yang melimpah untuk memenuhi kebutuhan energinya. Pernyataan ini menunjukkan keyakinan AS bahwa program nuklir Iran memiliki motif tersembunyi yang lebih luas daripada sekadar pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri.
Perundingan Nuklir AS-Iran: Jalan Berliku Menuju Kesepakatan
Perundingan nuklir AS-Iran telah berlangsung dalam beberapa putaran, dengan mediasi dari Oman. Putaran keempat yang dijadwalkan pada 3 Mei 2023, ditunda karena alasan logistik, menurut Menteri Luar Negeri Oman, Sayyid Badr bin Hamad bin Hamood Albusaidi. Penundaan ini semakin menambah ketidakpastian dalam proses perundingan yang telah berlangsung sejak April 2023.
Sebelumnya, telah berlangsung tiga putaran perundingan. Putaran pertama diadakan di Muscat, Oman pada 12 April, diikuti putaran kedua di Roma pada 19 April, dan putaran ketiga kembali di Muscat pada 26 April. Lokasi perundingan yang berpindah-pindah menunjukkan kompleksitas dan kerahasiaan yang menyelimuti proses negosiasi ini.
Proses perundingan ini berlangsung di tengah sejarah yang penuh gejolak antara AS dan Iran. Pada tahun 2015, Iran menandatangani kesepakatan nuklir dengan enam negara dunia (P5+1) dan Uni Eropa. Kesepakatan ini mewajibkan Iran untuk membatasi program nuklirnya sebagai imbalan atas keringanan sanksi internasional.
Ketegangan Pasca Penarikan AS dari Kesepakatan Nuklir
Namun, AS menarik diri dari kesepakatan tersebut pada tahun 2018 di bawah pemerintahan Trump pertama, dan kembali memberlakukan sanksi terhadap Iran. Keputusan ini dianggap sebagai langkah yang memicu ketegangan dan ketidakstabilan regional. Sebagai respons, Iran mengurangi komitmennya terhadap kesepakatan tersebut dengan mengabaikan pembatasan penelitian nuklir dan meningkatkan tingkat pengayaan uranium.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran internasional akan potensi pengembangan senjata nuklir oleh Iran. Tuntutan Trump untuk 'pelucutan total' program nuklir Iran mencerminkan sikap keras AS yang bertujuan untuk mencegah hal tersebut. Namun, jalan menuju kesepakatan masih panjang dan penuh tantangan, mengingat perbedaan pandangan yang mendalam antara kedua negara.
Ke depan, perkembangan perundingan AS-Iran akan menjadi fokus perhatian dunia internasional. Hasil perundingan ini akan berdampak signifikan terhadap stabilitas regional dan upaya global untuk mencegah proliferasi senjata nuklir. Tegangnya hubungan AS-Iran menjadi sorotan utama dalam dinamika geopolitik saat ini.
Kesimpulan: Pernyataan Trump yang menuntut pelucutan total program nuklir Iran, ditambah dengan penundaan perundingan, menunjukkan betapa rumit dan tegangnya situasi saat ini. Masa depan perundingan dan implikasinya bagi stabilitas regional masih menjadi tanda tanya besar.