Vonis 16 Bulan Penjara Kasus TPPO ke Malaysia di Medan
Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan vonis 16 bulan penjara kepada Heppy Christopel Pasaribu, seorang agen TPPO yang mengirimkan pekerja migran secara ilegal ke Malaysia, hukuman lebih ringan dari tuntutan jaksa.

Pengadilan Negeri (PN) Medan baru-baru ini membuat keputusan penting dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Malaysia. Heppy Christopel Pasaribu (47), terdakwa dalam kasus ini, divonis 16 bulan penjara oleh majelis hakim.
Vonis tersebut dibacakan pada Senin lalu di PN Medan oleh Hakim Ketua Firza Andriansyah. Heppy, warga Jalan Tanjung Permai Raya, Deli Serdang, Sumatera Utara, dinyatakan bersalah melanggar Pasal 81 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, juncto Pasal 84 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Selain hukuman penjara, Heppy juga diwajibkan membayar denda Rp500 juta. Jika denda tak dibayarkan, hukuman penjara akan ditambah enam bulan. Majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan. Perbuatan Heppy dinilai bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan TPPO. Namun, hakim juga mempertimbangkan hal meringankan, yaitu Heppy belum pernah dihukum sebelumnya dan bersikap sopan selama persidangan.
Keputusan hakim ini lebih ringan daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumut, Haslinda Hasan, yang sebelumnya menuntut Heppy dengan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan penjara. Jaksa mendakwa Heppy melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 10 Jo Pasal 48 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO.
Kasus ini bermula dari terungkapnya aksi Heppy sebagai agen pengiriman PMI ilegal ke Malaysia. Heppy menjanjikan gaji 1.500 Ringgit Malaysia per bulan kepada para korban, dengan potongan biaya keberangkatan yang harus dibayar selama tiga bulan pertama bekerja. Praktik ini terungkap pada 25 April 2024, dan Heppy kemudian ditangkap oleh kepolisian Polda Sumut.
Setelah putusan dibacakan, baik terdakwa maupun JPU diberi waktu tujuh hari untuk menentukan sikap, apakah akan menerima vonis atau mengajukan banding. Putusan pengadilan ini menjadi sorotan karena menyangkut isu krusial perlindungan PMI dan pemberantasan TPPO.
Kasus ini menggarisbawahi pentingnya pengawasan ketat terhadap praktik pengiriman PMI agar tidak terjadi eksploitasi dan pelanggaran hukum. Perlindungan terhadap hak-hak PMI merupakan prioritas utama pemerintah. Putusan pengadilan diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah praktik serupa di masa mendatang.