Vonis Harvey Moeis Dinilai Tak Sesuai Aturan MA: Mantan Wakil Ketua KPK Berbicara
Mantan Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif, menilai vonis 6,5 tahun penjara terhadap Harvey Moeis dalam kasus korupsi timah tidak sesuai dengan pedoman hukuman yang tertuang dalam Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1 Tahun 2020.
Vonis Harvey Moeis menuai kontroversi. Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M. Syarif, menyatakan bahwa vonis yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis, terdakwa kasus korupsi timah, dinilai tidak sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (MA) yang berlaku. Pernyataan ini disampaikan Laode pada Selasa di Jakarta Pusat, dalam jumpa pers terkait Gerakan Nurani Bangsa (GNB).
Laode menjelaskan bahwa Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor memberikan panduan khusus untuk penentuan hukuman, termasuk jumlah kerugian negara yang ditimbulkan. Menurutnya, putusan hakim terhadap Harvey tidak mengikuti panduan tersebut. Meskipun demikian, Laode tidak merinci vonis yang seharusnya dijatuhkan dan enggan berkomentar lebih jauh.
Peraturan MA dan Kategorisasi Kerugian Negara. Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020 mengkategorikan kerugian negara berdasarkan nilai korupsi. Kerugian negara di atas Rp100 miliar dikategorikan paling berat, lebih dari Rp25 miliar kategori berat, Rp1 miliar hingga Rp25 miliar kategori sedang, dan Rp200 juta hingga Rp1 miliar kategori ringan (Pasal 6 ayat 1).
Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur penentuan tingkat kesalahan, dampak, dan keuntungan terdakwa yang dibagi menjadi tiga kategori: tinggi, sedang, dan rendah. Pertimbangan hakim dalam menentukan hal ini dijelaskan lebih rinci dalam Pasal 8, yang mencakup aspek kesalahan, dampak, dan keuntungan yang tinggi, sedang, dan rendah. Misalnya, aspek kesalahan tinggi meliputi peran signifikan terdakwa, peran sebagai penganjur, penggunaan modus operandi canggih, atau melakukan perbuatan saat krisis ekonomi nasional.
Vonis Harvey Moeis. Hakim Ketua Eko Aryanto menjatuhkan vonis 6 tahun 6 bulan penjara kepada Harvey Moeis, perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT). Harvey dinyatakan bersalah atas tindak pidana korupsi dan pencucian uang (TPPU) yang dilakukan bersama-sama, melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor (sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 55 ke-1 KUHP.
Selain hukuman penjara, Harvey juga didenda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan dan diwajibkan membayar uang pengganti Rp210 miliar subsider 2 tahun penjara. Majelis Hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan, seperti perbuatan Harvey yang dilakukan saat negara giat memberantas korupsi, dan hal-hal yang meringankan, seperti kesopanan terdakwa di persidangan, tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum sebelumnya. Suparta (Direktur Utama PT RBT) dan Reza Andriansyah (Direktur Pengembangan Usaha PT RBT) juga hadir dalam sidang pembacaan putusan tersebut.
Kesimpulan. Pernyataan Laode M. Syarif menyoroti perbedaan antara vonis yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis dan pedoman hukuman dalam Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020. Kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang konsistensi penerapan aturan dalam penanganan kasus korupsi di Indonesia.