Waspada! DBD Ancam Anak-Anak Kepri, Dinkes Imbau Orangtua Lakukan Ini
Dinas Kesehatan Kepri mengingatkan orangtua untuk waspada terhadap Demam Berdarah Dengue (DBD) yang rentan menyerang anak-anak, dengan gejala demam tinggi dan bintik merah, serta imbauan menjaga kebersihan lingkungan.

Demam Berdarah Dengue (DBD) kembali menjadi ancaman serius di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), khususnya bagi anak-anak. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kepri, Mochammad Bisri, mengungkapkan bahwa anak-anak, terutama usia sekolah, lebih rentan terhadap penyakit ini. Hal ini disebabkan daya tahan tubuh mereka yang masih lemah dibandingkan orang dewasa. Berdasarkan data Dinkes Kepri, sepanjang Januari-Februari 2025, tercatat 201 kasus DBD di tujuh kabupaten/kota se-Kepri, dengan dua kasus meninggal dunia. Anak-anak dan orang dewasa sama-sama menjadi korban penyakit ini.
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Gejala DBD umumnya muncul dalam waktu tiga hingga tujuh hari setelah gigitan. Aktivitas nyamuk yang tinggi antara pukul 08.00 hingga 10.00 WIB bertepatan dengan jam sekolah anak-anak, meningkatkan risiko penularan di kalangan pelajar. "Apalagi waktu aktif nyamuk bersamaan dengan aktivitas anak di sekolah, yaitu sekitar pukul 08.00 WIB sampai pukul 10.00 WIB," jelas Mochammad Bisri dalam keterangannya di Tanjungpinang, Rabu (19/2).
Bahaya DBD pada anak-anak tidak bisa dianggap remeh. Penanganan yang terlambat dapat berujung fatal. "DBD sangat berbahaya bagi anak, bahkan bisa menimbulkan kematian dipicu lambat mendapatkan penanganan medis. Misalnya, ada orangtua lambat membawa anaknya ke rumah sakit karena mengira demam biasa, padahal mengalami gejala DBD," ungkap Bisri mengingatkan pentingnya kewaspadaan orangtua.
Gejala DBD pada Anak dan Penanganan Awal
Bisri merinci beberapa gejala DBD pada anak, antara lain demam tinggi (39 derajat Celcius ke atas) yang kembali muncul setelah pemberian obat penurun panas, mual dan muntah, nyeri di belakang mata dan kepala, serta ruam atau bintik merah pada kulit. Jika anak menunjukkan gejala-gejala tersebut, terutama jika ada kasus DBD di lingkungan sekitar, orangtua harus segera membawa anak ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan medis.
Sebagai langkah penanganan awal di rumah, orangtua dapat memberikan obat penurun panas sesuai dosis yang dianjurkan dokter dan memastikan anak cukup minum air putih untuk membantu mengeluarkan panas tubuh melalui urine. Namun, tindakan ini hanyalah pertolongan pertama dan tidak boleh menggantikan penanganan medis profesional.
Orangtua juga perlu memahami bahwa penanganan dini sangat krusial. Jangan menunda membawa anak ke rumah sakit jika menunjukkan gejala DBD, karena penanganan yang cepat dapat menyelamatkan nyawa.
Pencegahan DBD: Peran Orangtua dan Kebersihan Lingkungan
Untuk mencegah penularan DBD, Bisri menekankan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, baik di rumah maupun di sekolah. Hal ini mencakup menguras tempat penampungan air secara rutin, menghindari menggantung pakaian bekas pakai sembarangan yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk, serta memastikan rumah memiliki pencahayaan dan sirkulasi udara yang baik.
Lingkungan yang lembap dan gelap merupakan tempat ideal bagi nyamuk Aedes aegypti untuk berkembang biak. Oleh karena itu, membuka jendela dan ventilasi di pagi hari untuk memungkinkan sinar matahari masuk ke dalam rumah dapat membantu mengurangi populasi nyamuk. "Maka itu, kalau di pagi hari jendela dan ventilasi rumah dibuka agar matahari masuk ke rumah, sehingga nyamuk tidak bebas beterbangan di dalam rumah," pesan Bisri.
Dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya kebersihan dan kewaspadaan terhadap gejala DBD, diharapkan angka kasus DBD di Kepri dapat ditekan dan anak-anak terlindungi dari ancaman penyakit mematikan ini.
Selain itu, komunikasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pencegahan dan penanganan DBD perlu ditingkatkan. Kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan tenaga kesehatan sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan bebas dari nyamuk Aedes aegypti.