Menekraf dan Menko Perekonomian Bahas Skema Pinjaman Baru untuk Ekonomi Kreatif
Menekraf dan Menko Perekonomian berkoordinasi untuk meningkatkan akses pendanaan bagi pelaku ekonomi kreatif, termasuk optimalisasi KUR dan skema pinjaman berbasis Kekayaan Intelektual.

Menteri Ekonomi Kreatif (Menekraf) Teuku Riefky Harsya dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto baru-baru ini mengadakan pertemuan penting untuk membahas peningkatan akses pendanaan bagi pelaku ekonomi kreatif (ekraf) di Indonesia. Pertemuan tersebut difokuskan pada upaya memperluas akses pendanaan, khususnya bagi subsektor animasi, perfilman, event, dan musik. Pertemuan ini digelar di Gedung Ali Wardhana, Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian RI, Jakarta.
Salah satu isu utama yang dibahas adalah optimalisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR). Saat ini, baru 10 dari 17 subsektor ekraf yang mendapatkan akses KUR. Menekraf Riefky mengusulkan skema khusus yang memungkinkan pelaku ekraf mendapatkan pinjaman berbasis aset Kekayaan Intelektual (KI). "Dengan pendekatan ini, industri perfilman misalnya, bisa mengakses KUR hingga Rp10 miliar," jelas Menekraf Riefky dalam keterangan pers.
Selain itu, Kemenekraf juga mengusulkan kebijakan pembebasan cukai untuk industri perfilman dan event, termasuk alat-alat produksi yang digunakan dalam penyelenggaraan acara musik dan festival. Langkah ini diharapkan dapat menarik lebih banyak produksi film internasional ke Indonesia dan meningkatkan daya saing industri kreatif lokal. Tantangan dalam hal ini adalah penilaian KI sebagai aset yang belum terlihat secara konkret dalam mekanisme pembiayaan, seperti yang diungkapkan Menko Airlangga.
Optimalisasi KUR dan Skema Pinjaman Baru
Menko Airlangga Hartarto menegaskan bahwa pemerintah masih meninjau jumlah KUR yang didistribusikan tanpa batasan. Namun, kolaborasi dengan Kemenekraf sangat dibutuhkan sebagai kurator agar KUR bisa didistribusikan tepat sasaran. "Salah satu tantangan yang dihadapi adalah penilaian terhadap Kekayaan Intelektual (KI) sebagai aset yang belum terlihat secara konkret dalam mekanisme pembiayaan," ujar Menko Airlangga.
Kemenko Perekonomian juga menyarankan untuk mendorong skema insentif bagi pengembang perangkat lunak (software development) yang berorientasi ekspor. Hal ini didorong oleh potensi ekonomi tinggi dan kontribusi dalam penciptaan lapangan kerja berkualitas dari sektor digital. Dengan dukungan skema insentif yang tepat, industri ini diharapkan dapat berkembang lebih pesat.
Kemenekraf saat ini mengadopsi pendekatan Hexalix, yang melibatkan kerja sama antara pemerintah, asosiasi industri, pelaku bisnis, lembaga keuangan, akademisi, serta komunitas kreatif. Sinergi ini bertujuan untuk mengatasi hambatan regulasi, memperbaiki sistem pembiayaan, dan meningkatkan daya saing ekonomi kreatif.
Hambatan dan Solusi
Menekraf Riefky juga menekankan pentingnya keakuratan data dalam distribusi KUR. "Saat ini, presentasi distribusi KUR untuk ekonomi kreatif hanya 2,4 persen. Kami berharap Kemenko Perekonomian dapat mendukung revisi kebijakan agar lebih banyak pelaku ekraf yang memperoleh manfaat dari program ini," ujarnya. Kemenekraf juga meminta Kementerian Keuangan untuk mengeluarkan kebijakan jasa penilai khusus bagi KI yang bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM agar KI dapat diakui sebagai aset berharga dalam skema pembiayaan.
Menko Airlangga menyampaikan bahwa pihaknya akan mengevaluasi proyek ekonomi kreatif yang telah berjalan untuk memastikan efektivitas kebijakan pendanaan. Ia juga menyoroti perlunya harmonisasi regulasi terkait pembiayaan komersial dan KUR, agar pelaku usaha yang telah memperoleh pinjaman komersial tetap bisa mengakses KUR jika memenuhi syarat.
Dengan adanya sinergi antara Kemenekraf dan Kemenko Perekonomian, diharapkan industri ekonomi kreatif dapat semakin berkembang, menciptakan lapangan kerja berkualitas, dan menjadi sektor unggulan dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah berkomitmen untuk terus mendukung dan memfasilitasi pertumbuhan sektor ekonomi kreatif di Indonesia.