1,3 Persen Populasi Sapi Perah Jabar Terpapar Bakteri Brucella
Lebih dari 1.290 sapi perah di Jawa Barat terinfeksi bakteri Brucella, penyebab brucellosis, menurut Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jabar; penyakit ini terutama menyerang sapi perah di sentra produksi.
Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Provinsi Jawa Barat melaporkan bahwa 1,3 persen populasi sapi perah di Jawa Barat, atau lebih dari 1.290 ekor, terpapar bakteri Brucella penyebab penyakit brucellosis. Temuan ini mengemuka dari data populasi sapi perah Jawa Barat tahun 2024 yang mencapai 99.692 ekor. Penyakit ini terutama menyerang sapi perah, dengan kasus terakhir pada sapi potong tercatat pada tahun 2012 di wilayah Pangandaran atau Ciamis.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan (Keswan) Kesmavet DKPP Jawa Barat, drh. Suprijanto, menjelaskan bahwa penyebaran brucellosis pada sapi perah di Jawa Barat terjadi di berbagai sentra produksi, termasuk Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Garut, Subang, Kuningan, dan Bogor. "Prevalensi penyakit Brucella itu 1,3 persen dari jumlah seluruh populasi (sapi perah) di Jabar yang 2024 ada sebanyak 99.692 ekor," ungkap Suprijanto.
Menariknya, banyak sapi yang terpapar bakteri Brucella berasal dari luar Jawa Barat, khususnya Jawa Tengah. Hal ini terkait dengan praktik pembesaran sapi di luar provinsi sebelum akhirnya dibeli dan dibawa ke Jawa Barat. Proses pembesaran ini, dengan intensitas pertemuan antar hewan yang tinggi dan potensi kebersihan kandang yang kurang terjaga, meningkatkan risiko penularan penyakit.
Penyebaran Brucellosis di Sentra Peternakan Sapi Perah
Brucellosis, penyakit yang dapat menyebabkan keguguran pada sapi, ternyata tak mudah menjangkiti hewan. Diperlukan paparan terus-menerus hingga akhirnya terjadi infeksi. Meskipun demikian, DKPP Jawa Barat telah menjalankan program rearing untuk pemeliharaan anak sapi (pedet) guna mengurangi ketergantungan pada sapi dewasa dari luar Jawa Barat dan meminimalisir risiko penyebaran penyakit. "Jadi sejak masih anakan (pedet) itu dibawa ke luar, dibesarkan di sana. Kemudian dibeli lagi ke sini. Karena intensitas pertemuan hewan-hewan yang tinggi di sana ya otomatis ketika balik ke sini terpapar," jelas Suprijanto.
Suprijanto menambahkan bahwa pada sapi potong, kejadian brucellosis cenderung jarang terjadi. "Pada sapi potong itu cenderung tidak ada. Kejadian terakhir pada sapi potong itu tahun 2012 ada kejadian di Pangandaran atau Ciamis tapi langsung dipotong," ujarnya.
Program rearing yang dicanangkan DKPP Jabar, meskipun jumlahnya masih terbatas, diharapkan dapat berkontribusi dalam mengurangi risiko penyebaran brucellosis di Jawa Barat. Upaya ini menjadi langkah penting dalam menjaga kesehatan ternak dan produktivitas peternakan sapi perah di provinsi tersebut.
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Brucellosis
Tingginya angka kejadian brucellosis pada sapi perah di Jawa Barat menuntut langkah-langkah pencegahan dan pengendalian yang lebih intensif. Salah satu faktor penting adalah pengawasan ketat terhadap pergerakan ternak dari luar provinsi. Pemeriksaan kesehatan hewan sebelum masuk ke Jawa Barat perlu diperketat untuk mencegah masuknya penyakit.
Selain itu, edukasi kepada peternak mengenai pentingnya menjaga kebersihan kandang dan pemberian pakan yang tepat juga sangat krusial. Peternak perlu memahami bagaimana cara mencegah penyebaran penyakit dan menerapkan praktik peternakan yang baik (good farming practices).
DKPP Jawa Barat juga perlu memperkuat kerjasama dengan instansi terkait, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, untuk melakukan pengawasan dan pengendalian brucellosis secara terpadu. Pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah ini.
Kesimpulannya, penanganan penyakit brucellosis pada sapi perah di Jawa Barat memerlukan upaya bersama dari berbagai pihak. Dengan meningkatkan pengawasan, edukasi, dan kerjasama, diharapkan penyebaran penyakit ini dapat dikendalikan dan kesehatan ternak dapat terjaga.