Akademisi Dukung Penguatan Kohesi Sosial untuk Mantan Napiter di Bima
Universitas Muhammadiyah Bima dan lembaga lain mendukung program penguatan kohesi sosial untuk mantan narapidana terorisme (napiter) di Kota Bima, NTB, guna mencegah ekstremisme dan memperkuat tatanan sosial.
Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), menjadi fokus program penguatan kohesi sosial untuk mantan narapidana terorisme (napiter) dan pekerja migran Indonesia (PMI) yang kembali dari Timur Tengah. Program yang digagas oleh The Habibie Center (THC) dan Nusa Tenggara Center (NC) ini mendapat dukungan penuh dari akademisi Universitas Muhammadiyah Bima, Ihlas Hasan. Dukungan ini dilatarbelakangi oleh upaya pencegahan gerakan ekstremisme berbasis kekerasan dan penyelesaian permasalahan sosial yang kompleks di daerah tersebut.
Ihlas Hasan, Wakil Dekan I Fakultas Hukum dan Ekonomi Universitas Muhammadiyah Bima, menekankan pentingnya program ini sebagai langkah re-integrasi bagi mantan napiter dan PMI. Ia juga menyoroti perlunya acuan data yang konkret dan sesuai dengan konteks lokal Kota Bima agar program tepat sasaran, efektif, dan efisien. Proses identifikasi yang cermat menjadi kunci keberhasilan program ini.
Lebih lanjut, Ihlas Hasan mendesak pemerintah daerah untuk turut aktif dalam program ini. Menurutnya, keberhasilan program kohesi sosial ini bukan hanya tanggung jawab lembaga tertentu, tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama untuk memperkuat tatanan sosial Kota Bima dan melawan paham-paham radikalisme dan ekstremisme. Hal ini sejalan dengan tujuan utama program untuk menciptakan masyarakat yang lebih damai dan harmonis.
Pentingnya Kolaborasi dan Data Konkret
Program kohesi sosial yang dijalankan oleh THC dan NC ini memiliki cakupan yang luas, tidak hanya menyasar mantan napiter, tetapi juga PMI yang kembali dari Timur Tengah. Hal ini menunjukkan komitmen untuk mengatasi berbagai permasalahan sosial yang berpotensi memicu konflik atau ekstremisme. Program ini direncanakan berlangsung selama tiga tahun dan akan terfokus pada tiga kecamatan di Kota Bima: Raba, Mpunda, dan Asakota.
Johari Efendi, Senior Program Officer THC, menjelaskan bahwa program ini merupakan bagian dari program nasional untuk memperkuat tatanan masyarakat dan mencegah ekstremisme. Ia berharap program ini dapat diterima dengan baik oleh pemerintah daerah dan masyarakat Kota Bima. Kolaborasi yang erat antara berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, dan akademisi, sangat krusial untuk keberhasilan program ini.
Data yang akurat dan relevan dengan konteks lokal menjadi kunci keberhasilan program. Dengan data yang komprehensif, intervensi yang tepat dapat diberikan kepada kelompok sasaran. Hal ini akan memastikan bahwa sumber daya yang dialokasikan digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Selain itu, pemahaman yang mendalam tentang akar permasalahan sosial dan budaya di Kota Bima sangat penting. Program harus dirancang dengan mempertimbangkan kearifan lokal dan nilai-nilai budaya masyarakat setempat agar dapat diterima dan diimplementasikan dengan baik.
Dukungan Akademisi dan Pemerintah Daerah
Dukungan dari akademisi seperti Ihlas Hasan sangat penting untuk memastikan program ini berbasis bukti dan relevan dengan konteks lokal. Keahlian dan pengetahuan akademisi dapat digunakan untuk merancang program yang efektif dan berkelanjutan. Pemerintah daerah juga memiliki peran penting dalam mendukung program ini, baik dari segi pendanaan, regulasi, maupun koordinasi dengan berbagai pihak terkait.
Program ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam membangun kohesi sosial dan mencegah ekstremisme di Kota Bima. Dengan pendekatan yang holistik dan kolaboratif, program ini berpotensi menjadi model bagi daerah lain dalam upaya membangun masyarakat yang damai, inklusif, dan tangguh.
Keberhasilan program ini akan bergantung pada komitmen semua pihak yang terlibat. Kolaborasi yang erat antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, akademisi, dan masyarakat setempat sangat penting untuk memastikan program ini mencapai tujuannya dan memberikan dampak positif yang berkelanjutan bagi masyarakat Kota Bima.
Harapannya, program ini tidak hanya akan mengatasi masalah di Kota Bima, tetapi juga bisa menjadi model bagi daerah lain di Indonesia yang menghadapi tantangan serupa dalam membangun kohesi sosial dan mencegah ekstremisme.