AKBP Fajar Dipecat Tidak Hormat dari Polri: Kasus Asusila dan Narkoba
Mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar, dipecat dari kepolisian karena terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, perzinaan, dan penyalahgunaan narkoba.
Mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, resmi dipecat dari kepolisian. Pemecatan ini diputuskan oleh Majelis sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) Divisi Propam Polri pada Senin, 17 Maret 2024, setelah terbukti melakukan sejumlah pelanggaran berat. Kasus ini melibatkan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, penyalahgunaan narkoba, dan perbuatan asusila lainnya. Proses hukum dan sidang etik telah berjalan, menghasilkan sanksi berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Polri, Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, mengumumkan putusan tersebut di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta. Ia menegaskan bahwa sanksi PTDH merupakan konsekuensi dari pelanggaran berat yang dilakukan AKBP Fajar. Selain PTDH, AKBP Fajar juga dijatuhi sanksi administratif berupa penempatan di tempat khusus (patsus) sejak 7 Maret hingga 13 Maret 2025, serta sanksi etika berupa pernyataan bahwa perbuatannya tercela.
Meskipun telah dijatuhkan sanksi, AKBP Fajar menyatakan banding atas putusan tersebut. Hak untuk mengajukan banding merupakan hak yang dijamin bagi setiap anggota Polri yang dikenai sanksi. Proses banding ini akan menjadi tahapan selanjutnya dalam kasus ini. Namun, putusan PTDH tetap berlaku hingga proses banding selesai dan keputusan final dikeluarkan.
Sidang Etik Ungkap Sejumlah Pelanggaran Berat
Sidang etik mengungkapkan sejumlah pelanggaran berat yang dilakukan AKBP Fajar saat menjabat sebagai Kapolres Ngada. Ia terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, persetubuhan anak di bawah umur, dan perzinaan di luar ikatan pernikahan yang sah. Selain itu, AKBP Fajar juga terbukti mengonsumsi narkoba.
Lebih lanjut, Brigjen Pol. Trunoyudo menambahkan bahwa AKBP Fajar juga merekam, menyimpan, mengunggah, dan menyebarluaskan video pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur tersebut. Bukti-bukti yang kuat dan lengkap menjadi dasar majelis sidang untuk menjatuhkan sanksi PTDH.
Perbuatan AKBP Fajar tidak hanya melanggar kode etik kepolisian, tetapi juga merupakan tindak pidana yang telah diatur dalam undang-undang. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya pelanggaran yang dilakukan oleh mantan perwira polisi tersebut.
Korban Pelecehan dan Bukti Digital
Sebelumnya, Polri menetapkan AKBP Fajar sebagai tersangka dugaan kasus asusila dan penggunaan narkoba. Hasil pemeriksaan Divisi Propam Polri menunjukkan bahwa AKBP Fajar diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur (berusia 6, 13, dan 16 tahun) dan satu orang dewasa (20 tahun).
Yang lebih memprihatinkan, AKBP Fajar diduga merekam aksi bejatnya dan mengunggah video tersebut ke situs atau forum pornografi anak di darkweb. Bukti digital ini menjadi petunjuk penting dalam mengungkap kejahatan yang dilakukannya. Bukti penggunaan narkoba juga telah ditemukan dan memperkuat tuduhan terhadap AKBP Fajar.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan menggarisbawahi pentingnya penegakan hukum dan kode etik di lingkungan kepolisian. Polri berkomitmen untuk memberikan sanksi tegas kepada anggota yang melakukan pelanggaran hukum dan mencoreng nama baik institusi.
Dengan adanya putusan PTDH ini, diharapkan dapat memberikan efek jera dan menjadi peringatan bagi anggota Polri lainnya untuk senantiasa menjunjung tinggi hukum dan kode etik profesi.
Polri juga menegaskan komitmennya untuk melindungi korban dan memastikan pelaku kejahatan seksual diproses secara hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Proses hukum akan terus berjalan, meskipun AKBP Fajar telah dipecat dari kepolisian.