Aspebindo Usul Masa Peralihan 6 Bulan untuk Penerapan HBA Batu Bara
Aspebindo mengusulkan masa peralihan enam bulan untuk penerapan Harga Batu Bara Acuan (HBA) pada Maret 2025, guna renegosiasi kontrak dan antisipasi lonjakan permintaan dari China.
Jakarta, 10 Maret 2024 - Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (Aspebindo) mengajukan usulan penting terkait implementasi Harga Batu Bara Acuan (HBA) yang dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Maret 2025. Usulan ini muncul sebagai respon atas potensi dampak kebijakan baru terhadap industri pertambangan batu bara nasional.
Wakil Ketua Umum Aspebindo, Fathul Nugroho, menyampaikan usulan tersebut di Jakarta pada Senin lalu. Inti usulannya adalah pemberian masa transisi selama enam bulan. Masa peralihan ini dinilai krusial untuk memberikan waktu bagi perusahaan batu bara dalam menegosiasikan ulang kontrak-kontrak ekspor mereka dengan pembeli internasional.
Alasan utama di balik usulan ini adalah proyeksi peningkatan permintaan batu bara dari China pada kuartal ketiga dan keempat tahun 2025. Aspebindo memperkirakan peningkatan kebutuhan batu bara sekitar 376 juta ton, didorong oleh proyeksi onstream pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di China sebesar 94,5 gigawatt. Hal ini berpotensi menimbulkan dampak signifikan terhadap pasar batu bara global.
Masa Peralihan: Jembatan Menuju Harga yang Lebih Baik
Menurut Fathul Nugroho, masa peralihan enam bulan sangat diperlukan untuk menghindari demand shock. "Agar demand shock ini tidak terjadi di mana ketika harga naik maka demand akan berkurang terutama dari China, dan membuat harga kontrak jual beli batu bara Indonesia dengan China secara B2B akan menurun," ujarnya. Dengan adanya masa peralihan, Indonesia diharapkan dapat menyesuaikan harga dan memanfaatkan potensi kenaikan permintaan untuk mencapai target pemerintah dalam peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Namun, jika masa peralihan tidak diberikan, perusahaan tambang akan menghadapi tantangan besar. "Namun, apabila masa peralihan ini tidak diberikan oleh pemerintah, tentunya perusahaan batubara saat ini yang sudah menanggung ongkos operasional cukup tinggi karena stripping ratio sekarang rata-rata di atas 10 banding 1, kemudian juga harga BBM yang semakin meningkat," jelas Fathul. Kondisi ini berpotensi mengurangi margin keuntungan dan menghambat investasi di sektor pertambangan.
Aspebindo juga menekankan pentingnya penetapan HBA yang mencerminkan biaya riil di tambang. Hal ini untuk memastikan keberlanjutan usaha dan daya saing industri pertambangan batu bara Indonesia di pasar global. Asosiasi tersebut mendukung rencana pemerintah untuk menjadikan HBA sebagai acuan kontrak ekspor, dengan harapan dapat meningkatkan harga batu bara dan memberikan margin yang lebih baik bagi perusahaan.
Dukungan Pemerintah: Sosialisasi dan Negosiasi G2G
Selain masa peralihan dan penetapan HBA yang mencerminkan biaya riil, Aspebindo juga berharap mendapatkan dukungan pemerintah dalam bentuk sosialisasi kebijakan HBA kepada para pelaku usaha dan negosiasi government-to-government (G2G) dengan negara-negara tujuan ekspor utama. Negara-negara tersebut antara lain China, India, Jepang, dan Korea Selatan.
Negosiasi G2G ini dinilai penting untuk memastikan penerimaan harga HBA yang ditetapkan dan menjaga margin keuntungan eksportir batubara Indonesia. Dengan adanya dukungan pemerintah, diharapkan implementasi HBA dapat berjalan lancar dan memberikan dampak positif bagi industri pertambangan batu bara nasional.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, sebelumnya telah menyatakan bahwa aturan mengenai HBA untuk ekspor akan mulai berlaku pada 1 Maret 2025. Keputusan ini bertujuan untuk memastikan harga batu bara Indonesia tidak lagi ditentukan oleh negara lain dengan nilai yang lebih rendah.
Implementasi HBA diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dan memberikan kepastian harga bagi pelaku usaha pertambangan batu bara. Namun, perlu adanya koordinasi dan komunikasi yang baik antara pemerintah dan pelaku usaha untuk memastikan transisi yang mulus dan menghindari dampak negatif terhadap industri.
Dengan mempertimbangkan proyeksi peningkatan permintaan dari China dan tantangan yang dihadapi oleh perusahaan tambang, usulan masa peralihan enam bulan dari Aspebindo patut dipertimbangkan. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas industri dan memastikan keberlanjutan usaha pertambangan batu bara di Indonesia.